bakabar.com, JAKARTA - Calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto ditanya soal ketahanan pangan pada saat dialog bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jumat (12/1).
Prabowo singgung pemerintah yang menyerah dari International Monetary Fund (IMF). Bahwa pada krisis moneter 1998 silam, Indonesia menyerah kepada IMF. Bukannya sembuh, rekomendasi dari IMF justru menjadi jebakan bagi Tanah Air.
"Kita percaya bahwa mereka cinta sama kita, padahal tidak ada. Dalam hubungan antara negara tidak ada rasa cinta, yang penting adalah kepentingan mereka. Kalau kita ambruk, nggak ada urusan lagi mereka," ujarnya di Dialog Capres Bersama Kadin: Menuju Indonesia Emas 2045 di Djakarta Theater, Jumat (12/1).
Baca Juga: Reaksi Anies Diajak Ganjar Keroyok Prabowo di Putaran 2
Sekadar informasi, kala itu, sebenarnya pengelolaan pangan sudah baik di zaman Soeharto. Di mana Bulog melaksanakan operasi pengendalian pangan di petani dan konsumen di kota.
Namun, pasca 98, perum Bulog sebagai stabilisator harga sembilan bahan pokok (sembako) dipreteli oleh International Monetary Fund (IMF), sebagai kreditur utang Indonesia.
"Jadi makanya pengelolaan yang sudah baik di zaman Pak Harto kenapa dibongkar. Yang bener waktu itu Bulog melaksanakan suatu operasi, operasi pengendalian. Kalau harga untuk petani kurang baik, bisa dikendalikan, tapi konsumen di kota juga dijaga. Tapi waktu itu kita menyerah kepada IMF," katanya.
Baca Juga: Penembakan Relawan Prabowo, Polisi: Motifnya Balas Dendam
Kendati demikian, pernyataan Menteri Pertahanan itu bukan berarti dia memposisikan dirinya antibarat. Prabowo menegaskan dirinya cinta kepada Barat, namun kerap kali tidak mendapat imbal balik yang sama.
“Saya bukan antibarat, saya cinta dengan barat, tapi masalahnya, kadang Barat tidak cinta sama kita,” tuturnya.