Sementara itu Kepala Cabang Dinas Kehutanan Wilayah Jember, Didik Triswantara menjanjikan akan melakukan klarifikasi kepada pihak Perhutani, untuk mencari tahu duduk perkara perebutan lahan di wilayah Silo tersebut.
"Klarifikasi seperti apa kejadiannya. Karena ini masih kewenangan dari pihak Perhutani, pelaksanaan hutan sosial di petak 1," kata Didik kepada bakabar.com.
Didik menyebut kasus perebutan lahan di Petak 1 Silo seluas 14,68 hektar, sudah terjadi sejak akhir tahun 2022. Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD awal Februari 2023 lalu, kata Didik, terungkap terdapat dua kepengurusan kelompok tani di kawasan Petak 1 Silo.
Baca Juga: Lantaran Sakit Hati, Sopir Truk di Balikpapan Tega Habisi Rekannya
Masing-masing organisasi kelompok tani juga memiliki legitimasi legalitas. Ketika RDP, kedua pimpinan kelompok sejatinya sudah sepakat untuk melakukan perombakan kepengurusan yang baru.
"Masing-masing memiliki legitimasi untuk kepengurusan. Sudah dimediasi dan selesai, ditindaklanjuti dengan musyawarah pembentukan pengurus. Tapi saat ini belum terlaksana," katanya.
Terbaru, kata Didik, akan ada kebijakan baru terkait regulasi perhutanan sosial, di Pulau Jawa. Para petani penggarap di Silo mengklaim sudah punya SK Kehutanan sosial, maka akan menjalani proses kebijakan yang terbaru.
Baca Juga: Bos Travel Martapura Blak-blakan 3 Kejanggalan Raibnya Uang Miliaran
Dalam aturan baru tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menata kembali data obyek dan subjek yang ada di sana. Sehingga, ketika SK diterbitkan KLHK, siapa petani dan alamat penggarap akan tercatat, untuk antisipasi konflik di perhutanan sosial.
"Karena mereka sudah punya SK Kehutanan sosial, maka akan menjalani transformasi," ujarnya