bakabar.com, SAMPIT - Sejumlah warga Desa Samuda Besar, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng, mendatangi Gedung DPRD Kotim, Rabu (22/10/2025).
Mereka datang mengadukan terkait dugaan penyerobotan lahan dan penguasaan tanah negara oleh perusahaan perkebunan PT Baratama Putra Perkasa (BPP) yang dinilai melampaui izin operasionalnya.
Tokoh masyarakat Samuda Besar, Mursalin, mengatakan kedangan mereka ke DPRD ini dilakukan karena masyarakat sudah lelah menunggu penyelesaian persoalan lahan yang berlarut-larut.
“Kami datang ke Komisi II DPRD untuk menuntut hak masyarakat. Lahan seluas sekitar 1.150 hektare yang merupakan milik Kelompok Tani Dayak Misik telah digarap perusahaan tanpa sepengetahuan warga,” tegas Mursalin.
Menurutnya, perusahaan seharusnya beroperasi di wilayah Kabupaten Seruyan sesuai SK.847/Menhut-II/2014 dengan luas areal izin 36.100 hektare. Namun, di lapangan, PT BPP diduga telah melakukan aktivitas di wilayah Kotawaringin Timur, khususnya di Desa Samuda Besar.
Selain dugaan penyerobotan lahan, masyarakat juga menyoroti aktivitas perusahaan yang membuat galian sekunder hingga menyebabkan banjir di lahan pertanian warga.
“Kami ingin perusahaan bekerja sesuai izin dan aturan. Kalau memang sudah melanggar, harus ada musyawarah agar tidak timbul konflik sosial,” ujar, Koordinator Mantir Adat Desa Samuda Besar, Lahmadin.
Ia menambahkan, masyarakat sudah berulang kali melakukan mediasi, namun belum ada penyelesaian yang memuaskan.
“Sudah empat kali kami lakukan pertemuan, tapi tidak ada realisasi. Karena itu kami berharap DPRD bisa memfasilitasi agar tuntutan kami mendapat kepastian hukum,” katanya.
Menanggapi keluhan warga, Ketua Komisi II DPRD Kotim, Akhyannoor, menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut melalui mekanisme resmi di dewan.
“Ini adalah gedung rakyat, jadi apa yang disampaikan warga Samuda Besar akan kami sikapi. Kami akan teruskan surat mereka ke pimpinan DPRD untuk disposisi, dan berupaya mempertemukan kedua belah pihak agar ada titik terang,” ujar Akhyannoor.
Menurutnya, persoalan ini penting segera diselesaikan karena berkaitan dengan batas wilayah izin antara Seruyan dan Kotawaringin Timur.
“Kalau benar lahan yang digarap perusahaan masuk wilayah Kotim, tentu itu harus dikaji ulang. Kita ingin jangan sampai masyarakat dirugikan,” tambahnya.
DPRD berharap konflik ini dapat berakhir dengan solusi yang adil, terutama dengan adanya peluang kemitraan antara perusahaan dan warga untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
“Kalau nanti ada kesepakatan yang baik, misalnya pemberdayaan tenaga kerja lokal dan pola plasma, tentu akan membawa manfaat besar bagi warga Samuda Besar,” tutup Akhyannoor.