Cegah Kekerasan Seksual

Cegah Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, KASBI: Ini Diharapkan Pekerja

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah baru saja meluncurkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) No. 88 Tahun 2023.

Featured-Image
Ilustrasi korban pelecehan seksual pada anak. Foto-riauonline

bakabar.com, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah baru saja meluncurkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) No. 88 Tahun 2023. Dengan aturan tersebut, pengusaha kini punya payung hukum untuk memecat oknum pelaku kekerasan seksual.

Penerbitan Kepmenaker ini merupakan tindak lanjut dari aturan teknis tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual setelah adanya Undang-Undang (UU) No. 12 tahun 2022. Kendati demikian, aturan ini bukan berarti meniadakan sanksi pidana yang diatur dalam UU tersebut.

Koordinator Dewan Buruh nasional KASBI Nining Elitos tidak menampik jika aturan tersebut menjadi jawaban atas doa banyak orang, utamanya terkait dengan kasus kekerasan atau pelecehan seksual. Meskipun korbannya, tidak tertutup kemungkinan perempuan atau laki-laki, aturan tersebut diharapkan mampu memberikan perlindungan.

"Tetapi dalam kondisi objektifnya, mayoritas yang menjadi korban itu adalah perempuan dan anak. Jadi penting bagi negara untuk membagikan perlindungan ruang yang aman bagi semua orang termasuk didalamnya adalah mayoritas perempuan," ujar Nining kepada bakabar.com, Sabtu (3/6).

Baca Juga: Perlindungan dari Kekerasan Seksual, KASBI: Semoga Bukan Kebijakan Populis

Nining mengungkapkan peraturan terbaru itu merupakan produk turunan dari UU yang telah ada. Produk turunan itu diharapkan mampu memberikan jaminan perlindungan atas kasus kekerasan seksual yang memang kerap terjadi.

"Nah, kementerian harapannya karena saya membaca di pemerintah itu memang sebenarnya ada problem. Hal yang semakin membuat, kenapa ruang tindak kekerasan seksual itu semakin tinggi," terangnya.

Lebih jauh, Nining menjelaskan, kasus-kasus kekerasan seksual juga merupakan dampak dari hadirny Omnibus Law atau UU Cipta Kerja yang mensyaratkan hadirnya buruh kontrak.

Dengan status sebagai buruh kontrak, pekerja semakin kehilangan haknya. Posisi mereka sangat lemah, sehingga tidak tertutup kemungkinan munculnya kasus kekerasan seksual.

Baca Juga: Cegah Kekerasan Seksual, Sekjen Kemenaker: Aturan Beri Rasa Nyaman

"Ada problem mendasar yaitu tentang Omnibus Law UU cipta kerja yang semakin mengimplementasikan tentang kerja yang fleksibel, dimana buruh kontrak, outsourcing adalah buruh dimana mayoritas di sektor padat karya yang semakin rentan terhadap kekerasan," tegasnya.

Sebagai informasi, sanksi yang tercantum dalam Kepmenaker itu, di antaranya mulai dari pemberian surat peringatan (SP) tertulis sebagai sanksi yang paling ringan. Tahap selanjutnya, pemindahan penugasan si pelaku ke unit kerja lain.

Kemudian sanksi berikutnya yaitu mengurangi atau bahkan menghapus sebagian atau keseluruhan dari kewenangannya di perusahaan. Terakhir, sanksi terberatnya yakni pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

Baca Juga: Cegah Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, Kemnaker Bikin Aturan Khusus

Melalui peraturan tersebut, pemerintah berharap perusahaan mampu membentuk satuan tugas (Satgas) yang berfokus pada pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kerja. Satgas tersebut diisi oleh pihak manajemen perusahaan hingga karyawan.

Selain pembentukan satgas, perusahaanjuga diminta untuk menggagas kanal pengaduan terkait dengan perlindungan korban kekerasan seksual.

"Kanal ini membuat para korban yang ingin melapor jauh dari rasa takut serta malu yang memang menghantui para korban kekerasan seksual," pungkas Nining.

Editor
Komentar
Banner
Banner