bakabar.com, JAKARTA - Pemerintah resmi menolak opsi impor KRL bekas asal Jepang sebagaimana permintaan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Penolakan itu didasarkan pada hasil reviu Badan Pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP).
Dalam reviu-nya, BPKP menilai kondisi armada kereta rel listrik (KRL) milik KCI masih baik dan memadai untuk mengangkut para penumpang KRL di Jakarta dan sekitarnya.
Berbeda dengan pernyataan BPKP, pantauan bakabar.com di Stasiun Juanda, Jakarta Pusat menunjukkan fakta berbeda. Membludaknya pengguna KRL pada jam-jam sibuk, seperti pukul 16.30 WIB, memperlihatkan bahwa kehadiran KRL dengan jumlah yang memadai menjadi kebutuhan mendesak.
Junny (21) salah seorang pengguna KRL mengakui jika akhir-akhir ini peminat transportasi kereta cukup tinggi. Hal itu dirasakannya hampir setiap hari, utamanya saat berangkat kerja dari Stasiun Depok Baru menuju Stasiun Juanda.
Baca Juga: RI Kecanduan Impor KRL Bekas, Pengamat: Murah Diawal Saja
Menurutnya, jumlah kereta yang minim menjadi salah satu penyebab dari membludaknya antrean penumpang KRL di waktu-waktu tertentu.
"Kondisi KRL kini masih ramai digunakan masyarakat. Sebenarnya jumlah KRL aku rasa kurang, karena setiap pagi ke sore pasti penuh," ujar Junny kepada bakabar.com, Rabu (12/4).
Sejauh ini, Junny tidak terlalu mempermasalahkan, apakah kereta yang akan dibeli berasal dari bekas impor atau bukan. Baginya, kehadiran kereta tepat waktu dengan jumlah yang memadai jauh lebih penting, ketimbang mempersoalkan asal KRL tersebut.
"Tapi kalau yang diimpor walaupun bekas masih layak pakai dan bisa menampung pengguna KRL menurut aku, oke-oke saja sih," ungkapnya ketika ditanya soal impor KRL bekas.
Baca Juga: Impor KRL Bekas Jepang, Luhut: Hasil Tinjauan BPKP jadi Acuan
Sementara bagi Lia (24), pengguna KRL lain, tidak peduli upaya PT KCI dalam membeli KRL impor bekas. Menurutnya, selama pengadaan KRL digunakan untuk mengangkut penumpang, hal itu justru lebih bermanfaat.
Hal itu penting dilakukan karena pengguna KRL dari hari ke hari jumlahnya terus meningkat. Dengan kondisi demikian, dimana jumlah armada KRL yang terbatas, telah menciptakan dampak yang sangat merugikan
"Kerasa banget ya, kalau jumlah kereta nya itu makin kesini makin kurang. Entah karena banyak yang beralih ke KRL atau memang karena jumlah penduduk yang bertambah," ujar Lia.
Baca Juga: Rencana Impor KRL Bekas Jepang Ditolak, Begini Respon BUMN
Sementara terkait impor KRL bekas, Lia menilai hal itu bukan sebagai permasalahan besar. Yang jauh lebih penting saat ini adalah memberi solusi terbaik agar para penumpang KRL tidak terlantar di stasiun karena menunggu kereta yang tak kunjung tiba.
"Kalau setiap hari rame kayak gini kan bikin was-was juga di kita (penumpang). Jadi rawan kriminalitas gitu. Jadi semoga pemerintah bisa memutuskan solusi terbaik aja buat masyarakat," pungkasnya.