Kriminalisasi Petani

YLBHI Desak Polda Jawa Timur Bebaskan Petani Pakel yang Ditahan

YLBHI desak kepolisian segera membebaskan 5 warga Pakel yang sedang berjuang demi tanahnya.

Featured-Image
Sejarah panjang perjuangan warga Pakel dalam menuntut hak atas tanahnya menunjukkan bagaimana bayangan mengenai kehidupan di negeri yang merdeka ternyata jauh dari kenyataan. Foto: Wahyu Eka Setyawan

bakabar.com, JAKARTA - YLBHI mendapat kabar sebanyak lima warga Pakel, yakni Mulyadi (Kepala Desa) Suwarno (Kepala Dusun Durenan), Untung (Kepala Dusun Taman Glugoh), Ponari, dan Hariri (sopir) ditahan Polda Jawa Timur pada hari Jumat (3/2) sore.

Mereka awalnya berangkat menggunakan mobil desa jenis APV putih menuju Desa Aliyan untuk menghadiri rapat Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi. Di tengah jalan, tepatnya di wilayah Cawang (Rogojampi Selatan) pada pukul 19.30 WIB kendaraan mereka berhenti karena mobil hitam di depannya tiba-tiba berhenti.

"Setelah itu, dua mobil berwarna hitam dan putih di belakang mendekat ke mobil yang ditumpangi sehingga mobil warga tidak bisa ke mana-mana," ujar Habibus Shalihin, Bidang advokasi dan kampanye LBH Surabaya.

Sebanyak 6 orang yang tidak dikenal meminta semua penumpang untuk turun. Mulyadi, Suwarno dan Untung digiring masuk ke dalam mobil yang posisinya di belakang kendaraan warga.

Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Apresiasi KPA terkait Reforma Agraria

Sementara Hariri diminta mengendarai mobil desa dengan dikawal 4 orang. Seorang lainnya bernama Ponari ditinggalkan di tempat kejadian. Penangkapan tersebut dilakukan sepihak tanpa adanya surat yang jelas.

Penangkapan itu menurut Habibus menunjukkan ketidakprofesionalan institusi polisi khususnya Polda Jawa Timur. Pertama, kasus tidak jelas, sebab warga dituduh menyebarkan berita bohong, tapi dalam surat pemanggilan tidak jelas berita bohong yang mana?

Kasus Pakel Banyuwangi dianggap diskriminatif. Warga yang melapor tak pernah diterima. Namun sebaliknya, suruhan pengusaha perkebunan membuat laporan ke polisi langsung ditindaklanjuti.

"Laporan atas tuduhan membuat keonaran, diproses dan ditahan di Polda Jatim," ujar Habibus.

Baca Juga: Demi Menjaga Batas Tanah, Kementerian ATR/BPN Pasang 1 Juta Patok

Kedua, kasus ini terjadi di wilayah konflik agraria, seharusnya Polda belajar dari kasus sebelumnya untuk tidak melakukan penanganan, apalagi kasus ini adalah kasus agraria yang sangat bias.

"Seharusnya penuh pertimbangan tidak grusa-grusu. Apakah tidak ada SoP atau mengetahui surat edaran Kantor Staf Presiden soal penanganan konflik agraria," ujarnya.

Ketiga, warga tengah berjuang di jalur legal melalui pra-peradilan untuk menggugat proses atau penanganan kasus yang tidak sesuai aturan dan etika. Tiba-tiba di tengah jalan mereka dihadang lalu ditahan di Polda Jatim.

"Ini semakin menambah daftar hitam ketidakprofesionalan polisi, dari beberapa kasus besar yang dibiarkan menguap, tetapi petani yang berkonflik dengan perusahaan langsung diusut,"  katanya.

Baca Juga: 80 Persen Air Tanah Jakarta tidak Penuhi Standar Kualitas Menkes

Karena itu, Habibus Shalihin meminta Polda  Jatim membebaskan tiga warga tersebut. "Kami meminta ATR BPN, Komnas HAM dan lembaga terkait untuk serius membela hak asasi manusia terutama mereka yang tengah berjuang untuk tanahnya dengan bergerak untuk mengawal tindakan anti HAM yang dilakukan institusi alat penegak HAM yang justru melalukan kriminalisasi," ungkapnya.

Kejadian ini, menurut Habibus semakin menambah daftar panjang kekerasan terhadap para pejuang agraria. "Juga semakin menambah catatan kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia," tandasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner