Polemik Tanah Merah

Yang Berhak Atas Tanah Merah Plumpang, Warga Atau Pertamina, Begini Penjelasannya

Peristiwa terbakarnya Terminal BBM (TBBM) Pertamina Plumpang, Jakarta Utara pada 3 Maret 2023 menyisakan banyak cerita duka.

Featured-Image
sementara hingga kini tersisa satu posko pengungsian yang dialihfungsikan menjadi tempat pendistribusian kebutuhan pangan khusus untuk korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang yang berlokasi di RT 012 RW 09, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara. Foto : Apahabar.com, (Andrew Tito)

bakabar.com, JAKARTA - Peristiwa terbakarnya Terminal BBM (TBBM) Pertamina Plumpang, Jakarta Utara pada 3 Maret 2023 menyisakan banyak cerita duka. Duka mendalam bagi masyarakat sekitar yang mengalami luka-luka hingga harus meregang nyawa akibat terbakarnya TBBM Pertamina.

Akibat peristiwa itu, seribu warga terpaksa mengungsi dan 19 orang dinyatakan meninggal dunia. Namun faktanya, peristiwa terbakarnya area depo pertamina bukan pertama kali terjadi.

Pada tahun 2009, depo yang memenuhi kebutuhan 20 persen BBM di Indonesia itu juga pernah terbakar hingga menewaskan satu orang pekerja. Sejak saat itu, sengkarut legalitas Kampung Tanah Merah yang merupakan kawasan Buffer Zone terus menyeruak. 

Silang Pendapat

Tragedi kebakaran di Terminal BBM Pertaima Plumpang membuat pemerintah harus mengambil tindakan sesegera mungkin. Menteri BUMN Erick Thohir memastikan depo Pertamina Plumpang akan segera dipindahkan ke lahan milik PT Pelindo di Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara.

"Kita akan memindahkan yang namanya Terminal BBM Plumpang ke tanah Pelindo, di mana dua tahun lalu sudah kita rapatkan," ujar Erick kepada awak media di Jakarta, Senin (6/3).

Baca Juga: Pemprov-DPRD DKI Bakal Bangun Rusunawa untuk Korban Depo Pertamina Plumpang

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan punya pandangan berbeda. Ia menilai seharusnya bukan TBBM Plumpang yang dipindahkan, tetapi masyarakat yang tinggal di sekitaran depo tersebut. Alasannya kawasan buffer zone harus bersih dari permukiman warga.

"Plumpang itu sudah dibuat di sana, ada daerah kosong atau buffer zone untuk tidak ada kejadian (kebakaran). Jangan depo ini yang disuruh pindah, orang yang tidak berhak di situ yang harus disuruh pindah, jangan dibalik-balik," tegasnya.

Sejarah Tanah Merah

Depo Pertamina di Plumpang beroperasi sejak 1974. Pembangunan depo dilakukan setelah Gubernur DKI Jakarta memberikan surat izin penggunaan tanah untuk Pertamina pada tahun 1969.

Adapun penggunaan tanah yang diizinkan seluas 17 hektare (ha). Pada 1976, Menteri Dalam Negeri menerbitkan surat keputusan (SK Mendagri) nomor 190/HGB/DA/76 yang terbit 5 April 1976.

Surat tersebut menetapkan wilayah di Kampung Tanah Merah sebagai milik negara dengan status hak guna bangunan atas nama Pertamina. Akhirnya, Pemerintah DKI Jakarta pada saat itu menyiapkan uang pesangon untuk warga yang terdampak sebesar Rp37 per m2 bangunan.

Baca Juga: Polisi Periksa Ahli Migas Usut Kebakaran Depo Pertamina Plumpang

Warga Kampung Tanah Merah ternyata menolak perintah pembongkaran. Pada Januari 1992. Warga melayangkan gugatan atas pemberian pesangon dan perintah pembongkaran rumah PTUN Jakarta. Kemudian Majelis hakim mengabulkan permohonan warga pada saat itu.

Di sisi lain, hunian liar di sekitar Depo Pertamina Plumpang terus bermunculan di tahun 1980-an. Sedangkan pendirian TBBM Plumpang berawal dari pihak PT Pertamina yang membeli tanah seluas 153 hektar di kawasan tersebut pada tahun 1971.

Sengketa Tanah Merah

Sengketa pun terus bergulir hingga berujung di meja hijau. Saat itu hakim memenangkan gugatan warga. Majelis hakim yang dipimpin Sarwono menegaskan jika warga dan Pertamina sama-sama tidak punya hak atas tanah itu.

Tanah itu dalam status seperti sebelum Pertamina memulai kegiatan di sana. Artinya, kepemilikannya belum ditentukan, karena tidak ada aktivitas apapun selain kehadiran para penggarap. 

Sementara jika kawasan Tanah Merah dianggap sebagai tanah milik negara, maka peruntukkannya harus didasarkan pada pasal 33 UUD 45, sehingga Pertamina tidak bisa secara sepihak mengklaim dan berencana membangun kompleks industri & litbang di atas lahan tersebut.

Baca Juga: Update Korban Kebakaran Plumpang: 29 Orang Meninggal, 2 Orang Dirawat, Pengungsi Nol

Terlebih, mantan Wakil Gubernur periode 2007-2012 Prijanto menjelaskan bahwa Pertamina tidak berhak mengeklaim tanah merah sebagai lahannya, hanya karena bermodalkan SK yang dikeluarkan oleh Mendagri saat itu.

"Memang yang menjadi persoalan selalu Pertamina itu bersikukuh bahwa itu tanah saya, saya dapat keputusan dari Mendagri," katanya dalam tayangan Youtube TV one, dikutip Selasa (28/3).

Uniknya, menurut Prijanto, Pertamina belum bisa memenuhi syarat-syarat seperti yang tertuang di dalam SK Mendagri tersebut. Enam ketentuan yang disyaratkan dalam SK itu meliputi: segala akibat untung rugi dan sebagainya untuk hak guna bangunan di atas 160 Ha di Tanah Merah Plumpang adalah tanggung jawab PT Pertamina.

Kedua, pertamina harus bayar ke kas negara, dengan anggarannya direktorat agraria, kemudian juga BRI (untuk yayasan dana land reform). Soal pembayaran ini, Prijanto tidak mengetahuinya.

"Ketiga, tanah tersebut harus diberi batas dan patokan yang jelas," ujarnya.

Baca Juga: Soal Area Buffer Zone Depo Plumpang, Stafsus BUMN: Itu Tugas Pemprov DKI

Keempat, Pertamina wajib segera mendaftarkan kepada BPN selambat-labatnya selama 6 bulan. Kelima, peruntukan tanah tidak boleh dialihkan. Jika dialihkan harus lapor kepada mendagri.

"Terakhir, surat keputusan itu dibatalkan apabila penerima hak tidak memenuhi salah satu ketentuan," terang.

Lebih lanjut Prijanto menegaskan jika pihak Pertamina sudah gugur haknya jika mengacu pada persyaratan yang tertuang dalam SK Mendagri itu.

"Urusan point 4 soal pembayaran saya juga tidak meneliti. Tapi logika saya, dia (Pertamina) bayar kalau pembebasan lahan itu sudah selesai. Karena nomor tiga disebutkan tanah itu harus diberi batas dan patok yang jelas," jelas Prijanto.

Baca Juga: Perluasan 'Buffer Zone' Depo Plumpang, Legislator: Selesai Tiga Bulan

Faktanya hingga kini, polemik soal lahan yang diklaim sebagai buffer zone TBMM Pertamnia Plumpang itu masih menyisakan tanya yang tak berkesudahan.

"Itu semua kalau enggak dilakukan, itu sudah batal. Jadi tidak bisa kalau ngeklaim tanah itu milik Pertamina," pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner