bakabar.com, JAKARTA - Direktur Program Trend Asia Ahmad Ashov Birry menilai kebijakan pengembangan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi karbon dari sektor transportasi bukanlah langkah yang tepat.
Alasannya, proses produksi baterai masih berbasis ekstraktif, ditandai dengan peningkatan toksisitas (cemaran) pada manusia karena penggunaan logam, bahan kimia, dan energi yang lebih besar untuk memproduksi mesin penggerak, dan baterai tegangan tinggi.
"Dampak lingkungan EV dalam fase produksi lebih tinggi daripada ICEV karena pembuatan baterai," ujar Ashov dalam ‘Diskusi Media: Beralih ke Kendaraan Listrik, Lebih Banyak Manfaat atau Mudharatnya?’, Jumat (14/4).
Electric vehicle (EV) pada fase penggunaan memperoleh citra keseluruhan yang lebih baik daripada Internal Combustion Engine EV (ICEV), meskipun hal itu sangat bergantung pada pangsa pembangkit energi bersih.
Baca Juga: Kendaraan Listrik untuk Transportasi Massal yang Keberlanjutan
Namun, dalam fase daur ulang, penggunaan kembali dan pembuatan ulang baterai bekas sangat membantu untuk menjaga lingkungan. Sepanjang siklus hidupnya, EV berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca dan konsumsi energi fosil.
"Namun, mereka memiliki dampak yang lebih tinggi daripada ICEV dalam hal konsumsi logam dan mineral serta potensi toksisitas manusia," lanjutnya.
Sementara itu, tujuan mulia untuk mengalihkan konsumsi bahan bakar fosil, kata Ashov, dirasa kurang efektif karena permasalahan kemacetan di kota-kota besar justru akan terus berlanjut jika pengembangan kendaraan listrik ditujukan untuk kendaraan pribadi.
Sejumlah rekomendasi dicetuskan bagi pemerintah agar penggunaan kendaraan listrik diutamakan untuk transportasi massal dan dengan tetap memperhatikan praktik keberlanjutan.
Baca Juga: Kendaraan Listrik jadi Tren, Jasindo Ungkap Cuan dari Asuransi
Menurutnya, peta jalan pemerintah belum terlihat dengan jelas, baik dalam membangun transisi energi terbarukan ataupun kebijakan tentang kendaraan listrik.
Selanjutnya Ashov menegaskan agar pemerintah dan pelaku industri jangan hanya fokus terhadap kontribusi kendaraan listrik secara ekonomi. Hal terpenting adalah menjamin keseimbangan antara perlindungan hak asasi manusia dan ekologis.
"Pasalnya, pembukaan lahan secara masif untuk produksi nikel merusak mata pencaharian masyarakat lokal dan lingkungan tempat tinggal mereka," katanya.