Skandal Pejabat Pajak

Wamenkeu Sebut 4 Perusahaan Terafiliasi Transaksi Janggal Rp349 T

Wamenkeu Suahasil Nazara mengungkapkan terdapat empat prusahaan terafiliasi dalam transaksi janggal Rp349 triliun.

Featured-Image
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyampaikan klarifikasi mengenai perbedaan data transaksi Kemenkeu dengan Menkopolhukam, Jumat (31/3). (Foto: apahabar.com/Gabid Hanafie)

bakabar.com, JAKARTA – Wamenkeu Suahasil Nazara mengungkapkan terdapat empat prusahaan terafiliasi dalam transaksi janggal Rp349 triliun.

Perusahaan tersebut tercatat dalam laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Keempat korporasi tercatat dalam 35 surat yang berasal dari PPATK.

Sementara total laporan dari PPATK yang diterima oleh Kemenkeu sebanyak 200 surat. Nilai transaksi dari keempat korporasi itu tercatat sebesat Rp22 triliun.

“itu juga telah disampaikan di komisi XI yakni PT A, B, C D, E dan F. Tapi untuk yang D dan E ini perusahaan pribadi,” ujarnya dalam media briefing, di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (31/3).

Baca Juga: DPR Usulkan Bentuk Pansus Usut Transaksi Janggal Rp349 Triliun

Perusahaan Perkebunan

Ia merinci total tansaksi dari PT A sebesar Rp11,38 triliun. Perusahaan beroperasi di sektor perkebunan dan bukan korporasi terbuka di bursa efek.

“PT A punya 5 rekening, transaksi dilakukan melalui tiga anak perusahaan pada periode 2017-2018,” kata Nazara.

Kemenkeu mencurigai adanya dugaan penyalahgunaan wewenang pemeriksaan pajak. Sehingga pihaknya melakukan permintaan data transaksi PT A kepada PPATK.

Baca Juga: Mahfud Sebut Tiga Klaster Selubungi Transaksi Janggal Rp349 Triliun

Data tersebut diminta oleh Irjen Kemenkeu pada Februari 2022 untuk kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan.

“kita lakukan analisis dan hasilnya tidak ditemukan aliran ke rekening si pegawai atau keluarga dan tidak ditemukan aliran dana ke orang Kemenkeu,” kata Nazara.

Perusahaan Otomotif

Kemudian terdapat perusahaan yang beroperasi di sektor otomotif, terlibat dalam transaksi mencurigakan. Tercatat nilai transaksi dari korporasi tersebut mencapai Rp2,761 triliun.

“PT B adalah korporasi aktif beroperasi di sektor otomotif, sehingga bukan merupakan perusahaan cangkang,” imbuhnya.

Baca Juga: Beda Data soal Transaksi Janggal Rp349 Triliun, Begini Penjelasan Wamenkeu

Transaksi tersebut terkait dengan investasi asing atau penanaman modal asing (PMA). Perusahaan tersebut juga diperiksa oleh kemenkeu.

“Itu diminta oleh Irjen datanya saat identifikasi atas dugaan penerimaan uang oleh pegawai Kemenkeu,” ucap Nazara.

BUMN

BUMN melalui anak perusahaan, yaitu PT C yang diketahui ikut terafiliasi dalam transaksi mencurigakan.

Nilai transaksi yang dilakukam PT C mencapai Rp1,88 triliun. Anak BUMN tersebut bukan perusahaan terbuka dan beroperasi pada sektor terknologi.

“PT C merupakan anak perusahaan BUMN yang bergerak di bidang penyedia dan pertukaran data,” imbuh Nazara.

Baca Juga: DPR Tagih Komitmen Mahfud MD Tuntaskan Prahara Rp349 Triliun

Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemnekeu kembali meminta data transaksi PT C. Alasannya adalah saat dilakukan pengawasan diduga ada benturan kepentingan.

Hasil analisis mencatat tidak ada keterlibatan pegawai Kementerian Keuangan. Adapun keterangan PPATK yakni pola transaksi pass by.

Transaksi pass by adalah dana yang masuk berasal dari sejumlah perusahaan dan transaksi tunai keluar melalui pemindahbukuan.

Perusahaan Sewa Gedung

Terakhir adalah korporasi yang bergerak di bidang penyewaan gedung, yaitu PT F. Total transaksinya hanya sebesar Rp452 miliar.

“Dilakukan melalui 3 anak perusahan dengan menggunakan 14 rekening dan telah dilakukan pendalaman satu per satu,” jelasnya.

Baca Juga: DPR akan Rapat Bareng Mahfud Md dan Sri Mulyani, Usut Rp349 Triliun

PPATK menemukan adanya indikasi sebagai rekening untuk kegiatan operasional dan menerima dana transaksi mencurigakan.

Serta, setoran tunai tanpa underlying dengan keterangan ‘cicilan’, ‘angsuran’ dan ‘pelunasan’. Namun transaksi ini tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu.

Editor


Komentar
Banner
Banner