konflik lahan

Walhi Desak Penyelesaian Konflik Lahan Warga dengan PT FPIL

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi meminta semua pihak terkait untuk menyelesaikan kasus konflik lahan antara masyarakat dengan PT Fajar Pematang I

Featured-Image
Polisi wanita (Polwan) yang membubarkan kaum emak-emak yang ikut berdemo di depan gerbang jalan masuk PT FPIL di Kabupaten Muaro Jambi. Foto: Antara

bakabar.com, JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi meminta semua pihak terkait untuk menyelesaikan kasus konflik lahan antara masyarakat dengan PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL) dengan menjunjung tinggi rasa keadilan dan kemanusiaan.

"Saya minta semua pihak baik itu dari Kepolisian dan pihak pemerintahan serta terkait lainnya untuk bersama-sama menyelesaikan kasus itu,” kata Direktur Walhi Jambi Abdullah seperti dilansir Antara, Sabtu (22/7).

Abdullah merujuk pada kejadian pembubaran aksi warga yang berdemo dengan aksi duduk selama 17 hari di depan gerbang PT FPIL oleh pihak keamanan pada Kamis (20/7).

Baca Juga: Rumah Sakit Hermina Terbakar, Ratusan Pasien Dievakuasi

Walhi Jambi pun meminta Polda Jambi menindak tegas personel yang melakukan tindakan kekerasan kepada massa aksi dengan tindakan hukum, kemudian menghentikan penahanan dan kriminalisasi terhadap warga Dusun Pematang Bedaro yang memperjuangkan haknya atas lahan tersebut.

Selain itu, Walhi Jambi juga mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk turun ke lapangan atau lokasi kejadian di Muaro Jambi dan memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi terhadap rakyat.

"Kami Walhi juga mendesak Polda Jambi untuk bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh masyarakat berupa materiil dan non materiil dan mendesak Polri bertanggungjawab dan melakukan penindakan tegas terhadap aparat yang melakukan tindakan represif kepada massa aksi hingga dirawat di ICU," kata Abdullah.

Baca Juga: Nenek Hidayah Sudah di Banjar, Bebas dari Jerat Hukum Arab Saudi

Sebelumnya, Polda Jambi telah melepaskan warga Dusun Pematang Bedaro, Desa Teluk Raya, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi yang melakukan aksi pemblokiran jalan masuk PT FPIL.

Sebanyak 26 warga yang melakukan aksi pemblokiran jalan masuk PT FPIL akhirnya dilepaskan Polda Jambi setelah dimintai beberapa keterangan.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira membenarkan 26 warga sudah dipulangkan setelah dilakukan pemeriksaan dan masih ada beberapa nama yang akan dipanggil terkait aksi tersebut.

"Ada beberapa nama yang harus kita panggil terkait aksi kemarin. Beberapa nama itu dari kelompok tani," kata Andri Ananta.

Baca Juga: Rayakan Ultah, Dua Remaja Putri Tenggelam di Kalimalang Bekasi

Sementara itu, Kapolres Muaro Jambi AKBP Muharman Arta memyampaikan pembubaran aksi pemblokiran jalan tersebut dilakukan karena kegiatan yang dilakukan warga sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pemblokiran jalan sudah berlangsung selama 17 hari sehingga tidak sesuai dengan ketentuan dan kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum itu sudah mengganggu hajat hidup orang banyak.

Berdasarkan informasi yang didapatkan di lapangan, 29 orang masyarakat yang terdiri dari tujuh orang perempuan dan dua diantaranya anak-anak sempat diamankan di Polda Jambi.

Muharman Artha juga menambahkan aksi pemblokiran jalan telah mengakibatkan kegiatan perusahaan maupun karyawan terpaksa dihentikan. Karyawan yang mau keluar masuk untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari mengantar anak sekolah semua terganggu.

Baca Juga: Bikin Resah! Balap Liar Bekasi Dekat Kantor Polisi

Aksi pemblokiran jalan dilakukan oleh ratusan warga yang mayoritas merupakan ibu-ibu sebagai bentuk protes terhadap konflik lahan yang dialami dengan PT FPIL selama 25 tahun. Konflik itu berbuntut dengan penahanan lima orang warga dengan tuduhan pencurian sawit pada 3 Juli 2023 oleh Polda Jambi.

Permasalahan ini muncul sejak perusahaan perkebunan sawit yang sebelumnya bernama PT Purnama Tusau Putra ini menjanjikan pola kemitraan dengan warga.

Sebanyak 237 KK kemudian menyerahkan lahannya kepada PT FPIL karena dijanjikan lahan kemitraan seluas dua hektare. Namun sampai saat ini tidak ada realisasi pola kemitraan hingga perusahaan berganti manajemen dan kepemilikan.

Proses penanganan konflik yang menemui jalan buntu ini bisa menjadi preseden buruk apabila berlarut-larut, sehingga diharapkan adanya keterlibatan pemerintah agar iklim investasi sawit di Jambi tidak terganggu dan warga dapat memperoleh haknya sesuai yang dijanjikan.

Editor


Komentar
Banner
Banner