bakabar.com, JAKARTA - Total kewajiban bayar utang pemerintah Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Bersandar laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) BPK, pemerintah harus membayar utang Rp902,37 triliun di 2021. Jika ditelaah, total pembayaran utang selama 2021 meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Rinciannya, di 2017 pengeluaran utang pemerintah sebesar Rp566,78 triliun, di 2018 sebesar Rp759,26 triliun, dan 2019 sebesar Rp837,91 triliun. Selanjutnya tahun 2020 sebesar Rp770,57 triliun.
Baca Juga: Nyaris Gagal Bayar, Presiden Biden Naikkan Batas Utang AS
Per April 2023 utang pemerintah mencapai Rp7.849,3 triliun. Sebanyak 73 persen utang Indonesia berasal dari dalam negeri dalam bentuk mata uang rupiah sebanyak Rp5.720,9 triliun.
Dari jumlah tersebut, pinjaman dalam negeri sebesar Rp22,5 triliun dan pinjaman lewat surat berharga negara (SBN) domestik sebesar Rp5.698,4 triliun.
Sedangkan, utang luar negeri sekitar 27% dari total utang Indonesia. Jumlahnya mencapai Rp2.128,4 triliun dalam bentuk mata uang asing. Utang tersebut berasal dari pinjaman luar negeri sebanyak Rp819,8 triliun dan SBN valuta asing sebanyak Rp1.308,6 triliun.
"Pengeluaran utang itu untuk cicilan pokok dalam negeri, surat berharga negara, cicilan pokok luar negeri, dan bunga," ujar Staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo saat dihubungi bakabar.com, Senin (5/7).
Yustinus menilai Indonesia mampu membayar utang karena indikator risiko utang menurun. Hal itu ditandai dengan debt service ratio atau DSR menurun dari 2020 sebesar 47,3 persen menjadi 34,4 persen pada 2022. Selanjutnya, terus menurun menjadi 28,4 persen per April 2023. DSR adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang dengan pendapatan.
Baca Juga: Utang Indonesia Rp 1.000 Triliun per Tahun, Begini Faktanya!
"Pemerintah dijamin mampu membayar," ujarnya.
Selain DSR, indikator interest ratio atau rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan juga menurun. Tercatat, dari 19,3% pada 2020 menjadi 14,7% pada 2022. Per April 2023 turun ke level 13,95%.
Penurunan DSR dan IR, sebut dia, menunjukan bahwa kemampuan APBN dalam membayar biaya utang baik pokok dan bunga semakin menguat.
"Indonesia masih dipandang reliable dalam pengelolaan utang, pemerintah juga patuh pada aturan fiskal," kata Yustinus.
Baca Juga: Utang Indonesia Capai 1000 T per Tahun, Celios: Digunakan untuk Apa?
Penambahan angka utang tiap tahun masih lebih rendah jika dibanding dengan belanja negara. Tercatat, sepanjang 2015-2022, penambahan utang sebesar Rp5.125,1 masih lebih rendah ketimbang belanja prioritas sebesar Rp8.921 triliun.
Selain itu, pertumbuhan nilai aset negara jauh lebih besar manfaatnya dibanding penambahan utang saat ini. Ia mencontohkan pembangunan infrastruktur yang dibangun selama pemerintahan Jokowi memberikan banyak manfaat kepada masyarakat.
"Jadi manfaatnya melebihi utang," pungkasnya.