bakabar.com, JAKARTA - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menanggapi isu transaksi mencurigakan sebesar Rp300 triliun di Kementerian Keuangan.
"Tadi saya sudah komunikasi dengan pak Mahfud (Menko Polhukam) dan pak Ivan dari PPATK (Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)," katanya saat berkunjung di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surakarta, Kamis (9/3).
Dia mengatakan baru hari ini menerima surat dari PPATK mengenai transaksi. "Surat baru saya terima tadi pagi. Saya belum lihat suratnya. Saya sudah scan," katanya.
Terkait dengan surat dari PPATK sebetulnya ada setiap tahunnya. Melalui surat tersebut PPATK mengirimkan informasi kepada Kementerian Keuangan mengenai transaksi mencurigakan pegawai.
Baca Juga: Mahfud Sebut Ada Laporan Mencurigakan Di Kemenkeu Senilai Rp300 Triliun
Dia menyebutkan dari tahun 2009-2023 ada sebanyak 196 surat yang disampaikan. Dari total tersebut sebagian sudah ditindaklanjuti oleh Inspektorat Jenderal.
"Ada yang dilakukan inseminasi. Kalau kasus terbukti ada hukuman disiplin, dicopot atau dikeluarkan. Itu semua ada statusnya. Menurut pak Ivan masih ada 70 yang perlu keterangan tambahan, kami akan sampaikan," katanya.
Mengenai angka transaksi tersebut, ia mengaku belum melihatnya karena di dalam surat juga tidak tertera angka transaksi.
"Kalau kembali ke Jakarta saya akan bicara dengan pak Mahmud dan pak Ivan agar saya dapat info yang sama dengan masyarakat. Menghitungnya bagaimana, data seperti apa. Karena dalam surat yang disampaikan ke saya yang ada lampiran 36 halaman tidak ada satupun angka," katanya.
Baca Juga: Transaksi 300 T di Kemenkeu, DPR : Yang Lebih Besar Berpotensi Terkuak
Menkeu juga berharap pada pertemuan tersebut agar diperjelas transaksi tersebut terkait masalah apa dan melibatkan siapa.
"Seperti kemarin Rafael Alun mengenai LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), ketidakpatuhan. Kami lakukan hukuman disiplin." ujarnya.
Dia menambahkan, "Data kami share dengan KPK, dari sisi penegakan hukum tetap dilakukan. Ada pembagian tugas dari sisi kami ASN, dari sisi penegakan hukum."