bakabar.com, BANJARBARU - Terungkap dana Rp5,165 triliun yang mengendap di bank ternyata bukan milik Pemkot Banjarbaru, melainkan milik Pemprov Kalimantan Selatan.
Kekeliruan penginputan data diklaim menjadi penyebab Pemkot Banjarbaru memiliki dana tersebut, sebagaimana pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rakor Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Jakarta, Senin (20/10) lalu.
Kejelasan pun muncul usai langkah klarifikasi resmi dilakukan Wali Kota Hj Erna Lisa Halaby melalui jalur institusional langsung di hadapan Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus dan Dirjen Bina Keuangan Daerah A Fatoni, serta melibatkan pihak-pihak terkait seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Bank Kalsel.
Dalam klarifikasi, nilai Rp5,1 triliun tersebut adalah akumulasi rekening Pemprov Kalsel yang keliru dilaporkan oleh Bank Kalsel sebagai milik Pemkot Banjarbaru.
Bank Kalsel menegaskan bahwa kesalahan yang terjadi murni teknis administrasi. Adapun dana yang tercatat di Bank Kalsel bukan kondisi aktual saldo rekening Pemkot Banjarbaru.
Bank Kalsel menjelaskan khususnya dalam pengisian sandi golongan nasabah dalam sistem Antasena LBUT-KI (Laporan Bulanan Terintegrasi Bank Umum-Kelayakan Investasi).
Kekeliruan ini menyebabkan beberapa rekening pemerintah daerah terinput di kategori yang tidak sesuai, tanpa memengaruhi status kepemilikan maupun nilai saldo sebenarnya.
Adapun total rekening yang terdampak sebanyak 13 fasilitas dengan total saldo Rp4,746 triliun yang seluruhnya tetap tercatat dan terkelola dengan aman di Bank Kalsel.
Direktur Utama Bank Kalsel, Fachrudin, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menjaga kepercayaan publik melalui tata kelola yang transparan dan akurat.
“Kami menyadari pentingnya keakuratan data dan pelaporan bagi kepercayaan publik. Selanjutnya kami segera mengambil langkah korektif, melakukan klarifikasi kepada Bank Indonesia, dan menyelaraskan data dengan pihak terkait," papar Fachruddin, Minggu (26/10).
"Kami memastikan seluruh laporan keuangan Bank Kalsel mencerminkan kondisi yang valid, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan,” tambahnya.
Adapun kabar dana daerah mengendap yang menempatkan Banjarbaru di posisi ketiga tertinggi secara nasional. Hal ini dinilai berdampak kepada reputasi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
“Kesalahan input kode wilayah bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga bisa mencederai kredibilitas fiskal daerah dan mengacaukan kebijakan publik berbasis data,” ungkap Lisa, Senin (27/10).
Lisa juga menegaskan komitmen untuk terus menjaga kepercayaan publik dan memastikan setiap rupiah uang daerah terdata secara transparan dan akurat.
“Kami tidak akan membiarkan kesalahan data sekecil apa pun mencoreng nama baik Banjarbaru. Kami bekerja berdasarkan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas. Setiap angka yang keluar harus bisa dipertanggungjawabkan secara publik,” tegasnya.
Pemkot Banjarbaru juga akan berkoordinasi lebih intensif dengan otoritas perbankan dan lembaga pengawas keuangan agar kejadian serupa tidak terulang.
“Integritas fiskal adalah fondasi kepercayaan warga kepada pemerintahnya. Ini akan terus dijaga,” beber Lisa.
Sementara Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banjarbaru, Sri Lailana, menuturkan, hasil rapat sinkronisasi data sebelumnya telah membuktikan ketidaksesuaian kode wilayah dalam pelaporan data keuangan oleh Bank Kalsel.
“Kesalahan terjadi di pihak Bank Kalsel. Kode wilayah yang seharusnya tercatat atas nama Pemprov Kalsel justru dimasukkan sebagai dana simpanan milik Pemkot Banjarbaru,” beber Sri Lailana.









