Darurat Karhutla

TNI Siap Pasang Badan Tangani Karhutla, Berani Lawan Korporasi?

Bahwa seluruh jajarannya siap untuk mendukung dan membantu memadamkan api akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Featured-Image
Kepulan asap begitu tebal cukup menghambat proses pemadaman Karhutla di Desa Semangat Bakti. Foto: Syahbani

bakabar.com, JAKARTA - Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono menyatakan bahwa seluruh jajarannya siap untuk mendukung dan membantu memadamkan api akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Untuk karhutla, kemarin juga sudah dibahas dalam rapat terbatas tentang peran TNI di dalam membantu pemerintah, membantu BNPB untuk pemadaman karhutla," kata Yudo saat ditemui di Mabes TNI, Jakarta, Jumat (7/10). Seperti dilansir antara.

Dengan kondisi El Nino saat ini, kata dia, membuat karhutla menjadi perhatian serius di sejumlah wilayah, khususnya di Kalimantan, Jambi, dan Riau.

Selain menerjunkan sejumlah personel, Yudo mengatakan bahwa TNI juga siap membantu penanganan karhutla melalui penggunaan pesawat untuk melaksanakan teknologi modifikasi cuaca (TMC).

Baca Juga: Walhi: 3 Perusahaan Malaysia di Kalbar Biang Keladi Karhutla!

"Tentunya ini sudah kami usahakan, mungkin 2 bulan yang lalu. Jadi, berbagai macam cara kami gunakan untuk memadamkan karhutla yang sekarang sedang berlangsung disertai dengan cuaca panas seperti ini," ujar Yudo.

Yudo mengatakan bahwa pihaknya juga telah menginstruksikan jajarannya hingga ke daerah-daerah dalam penanganan karhutla ini.

"Kami sudah sampaikan kepada pangdam, danrem, dandim, pangkoopsud, pangkalan TNI AL, dan pangkalan TNI AU, semuanya harus membantu bersama-sama untuk itu," katanya.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan El Nino atau fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah masih akan terus bertahan hingga tahun depan.

"Puncak dampak El Nino terjadi pada bulan September. Namun, tadi kami juga menganalisis dari data satelit terkini, terlihat Oktober ini tampaknya intensitas El Nino belum turun. Fenomena El Nino ini diprediksi masih akan terus bertahan hingga tahun depan," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Selasa (3/10).

Baca Juga: BPK Didesak Hitung Kerugian Negara Bocor Akibat Karhutla

Sementara itu, hingga Selasa (3/10) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah melaksanakan 244 kali modifikasi cuaca dengan menyebar total 341.580 kg garam.

Sejak 2 bulan terakhir, BNPB melakukan TMC secara terus-menerus di wilayah Riau, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Jambi, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan.

17 Perusahaan Pelaku

Sementara itu, organisasi Pantau Gambut menguak 17 perusahaan yang terindikasi menjadi biang keladi dari kemelut kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan dan Sumatera.

Hal ini merujuk pada data Pantau Gambut medio 2015-2020 yang mencatat belasan perusahaan yang disinyalir menjadi sumber kerentanan hutan dan lahan terbakar.

Bahkan belasan perusahaan tersebut diduga melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 57/2016 tentang Pencegahan Kerusakan Ekosistem Gambut.

Terdapat klausul dugaan pelanggaran yang termaktub dalam pasal 26 yang berbunyi larangan membakar dan pasal 30 tentang pemulihan kerusakan ekosistem gambut.

“Perusahaan-perusahaan tersebut, semuanya punya histori kebakaran,” kata Juru Kampanye Pantau Gambut, Abil Salsabila kepada bakabar.com, beberapa waktu lalu.

Pantau Gambut juga mengungkapkan bahwa, perusahaan pemegang izin konsesi ternyata memiliki andil dalam menyumbang kerentanan kebakaran.

Sejumlah perusahaan dianggap melakukan proses pengeringan gambut dan tidak melakukan pembasahan kembali sehingga meningkatkan risiko kebakaran hutan.

Berdasarkan data dari Pantau Gambut, pada Agustus 2023 terdapat 14 titik panas atau hotspot. Dari jumlah tersebut, berada di 207 perusahaan dengan total 3.816 titik panas.

Wilayah Kalimantan Barat masih mendominasi teritorial dengan tingkat karhutla tertinggi, lalu disusul urutan tertinggi kedua yakni Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Abil menerangkan ditemukan alasan wilayah konsesi memiliki titik panas tinggi karena komitmen pelaku usaha bekerja sesuai ketentuan yang tak optimal. Selain itu, komoditi yang ditanam seperti sawit tidak cocok ditanam di lahan gambut.

Editor


Komentar
Banner
Banner