Peristiwa & Hukum

Teka-teki Logistik BPK 0,5 Persen Diungkap di Sidang Korupsi Dinas PUPR Kalsel

Teka-teki barang bukti lembaran post kuning bertulis logistik BPK 0,5 persen yang disita penyidik KPK dari Terdakwa Yulianti Erlinah akhirnya terungkap.

Featured-Image
Jaksa KPK kembali menghadirkan sejumlah saksi di sidang lanjutan perkara korupsi Dinas PUPR Kalsel, Jumat (25/4). Foto: Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN - Teka-teki barang bukti lembaran post kuning bertulis logistik BPK 0,5 persen yang disita penyidik KPK dari Terdakwa Yulianti Erlinah akhirnya terungkap.

Rupanya logistik 0,5 persen itu merupakan fee proyek yang diberikan para kontraktor. Dan diserahkan melalui mantan Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel tersebut.

Hal itu terungkap ketika Jaksa KPK mencecar saksi dari para kontraktor yang dihadirkan di sidang lanjutan kasus korupsi Dinas PUPR Kalsel di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Jumat (25/4).

Dari fakta persidangan terungkap, bahwa para kontraktor diminta untuk memberikan duit sebanyak 0,5 persen dari nilai proyek yang mereka dapat di Cipta Karya.

Salah satu saksi yang mengakui hal itu adalah Devi Trianto. Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Cahyono Riza Adrianto, Devi mengaku pernah menyerahkan duit sebanyak Rp60 juta.

Duit itu merupakan fee 0,5 dari nilai proyek pembangunan pemakaman tokoh masyarakat senilai Rp9,8 miliar yang dikerjakan pada 2024 lalu.

Devi mengaku, sebelum duit itu diserahkan dia sempat dihubungi Aris Anova yang merupakan staf di Bidang Cipta Karya pada pertengahan September 2024. 

“Pertengahan September dihubungi Aris, ada permintaan dari atasan, bu Yuli untuk menyiapkan 0,5 persen,” keta Devi.

Awalnya Devi tak langsung menyerahkan fee tersebut. Namun akhirnya duit fee tersebut diberikan setelah Aris kembali menagihnya.

“Saya belum serahkan uang 0,5 ini, di rapat ketemu, saya diminta lagi, katanya pak Devi saja lagi yang belum. Saya serahkan Rp60 juta ke kantor Cipta Karya,” katanya.

Senada dengan Devi, Fahri Rahadi juga mengaku diminta untuk menyerahkan fee 0,5 persen untuk dua proyek dengan total nilai pekerjaan sebesar Rp3 miliar.

"Saya kerja subkon, besi Rp2 miliar. Readymix Rp1 miliar. Itu saja. Ada beri ke ibu (Yuli) uang tunai ke ibu, Rp100 juta dan Rp200 juta. Saya ngasih di ruangan langsung di kantor PUPR,” katanya.

Sementara itu  Yulianti saat dimintai tanggapan oleh majelis hakim terkait permintaan fee 0,5 persen itu dia mengatakan tak pernah mematok jumlah persentase itu.

Selain itu, Yuli juga menegaskan bahwa duit tersebut bukan untuk keperluan pribadinya. Namun untuk keperluan kedinasan.

"Kalau saya mematok 0,5 saya nggak ada. Dari Fahri saya nggak ngomong, karena dia datang bawa uang. Apa yang diserahkan melalui saya maupun Aris, itu juga bukan keperluan pribadi saya,” tepisnya.

Adapun JPU KPK, Meyer Volmar Simanjuntak usai persidangan mengatakan, bahwa saksi yang dihadirkan guna mendukung total gratifikasi yang didakwakan baik ke Ahmad Solhan maupun Yulianti Erlinah.

“Pada intinya saksi ini untuk mendukung total gratifikasi bu Yulianti sekitar Rp4 miliar dan pak Ahmad solhan sekitar Rp12,4 miliar itu untuk kesaksian hari ini,” katanya.

Lantas bagaimana dengan fee persentase 0,5 persen yang diberikan para kontraktor? Mayer bilang memang keterangan yang berbeda dari saksi. Ada yang menggunakan persentase ada hanya menyebutkan nominal.

Kendati demikian, kata Mayer itu bukan menjadi masalah. Sebab yang jelas ada uang yang telah diserahkan dan diterima terdakwa.

"Saya rasa itu tak mengaburkan fakta bahwa uangnya ada senilai sekian diserahkan ada ke Ahmad Solhan ada ke Yulianti,” ujarnya.

Adapun pada sidang selanjutnya yang rencananya dilaksanakan pada Rabu 30 April 2025 mendatang, Jaksa KPK bakal kembali menghadirkan saksi dari pemberi gratifikasi.

"Saksi berikutnya pemberi gratifikasi yang belum hadir dari rekanan lainnya, ada juga dari Baznas sesuai di dakwaan,” pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner