bakabar.com, JAKARTA - Rangkap jabatan Jenderal Polisi Andap Budhi Revianto memicu kontroversi. Sebab, alumnus Akpol 1988 itu juga menjabat Sekjen Kemenkumham sebelum ditunjuk sebagai Pj Gubernur Sulawesi Tenggara.
Lantas bolehkah demikian? Mestinya, jabatan sestrategis itu tak melulu diisi oleh orang berlatar non-bidang seperti penegakan hukum. Selain tak terkait kebidangan, juga rangkap jabatan.
"Ya, itu jelas tidak boleh," jelas peneliti kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto kepada bakabar.com, Rabu (20/9).
Baca Juga: Erick Thohir: Tak Soal Rangkap Jabatan yang Penting Hasilnya Baik
Tak hanya berpotensi membuka ruang konflik kepentingan. Rukminto melihat juga mengganggu proses regenerasi di internal Kemendagri sendiri.
Namun sayangnya, kata Bambang, rangkap jabatan itu masih dibolehkan. Ya, mengacu ke Peraturan Kapolri Nomor 1 tahun 2013 tentang Penugasan Anggota Polri di luar struktur organisasi.
"Secara aturan bisa saja memang tidak ada hal yang dilanggar, hanya saja penempatan seseorang di banyak jabatan, tentunya berdampak pada profesionalitas penjabat terkait," ujar Rukminto.
Problem lainnya adalah bagaimana kementerian negara atau lembaga lain bisa begitu saja menerima personel kepolisian. Seharusnya peraturan Polri tidak seperti itu.
Baca Juga: Wapres Tak Persoalkan Rangkap Jabatan Erick Thohir dan Zainudin Amali
"Peraturan Kapolri harusnya hanya mengikat ke dalam bukan pada Kementerian atau Lembaga lain," ujarnya.
Banyaknya anggota polisi di kementerian atau lembaga negara juga disoal tim percepatan reformasi hukum. Tim bentukan Menteri Polhukam Mahfud MD ini mengusulkan agar ada pembatasan.
Walaupun demikian, Tim Percepatan Reformasi Hukum tidak merekomendasikan ada revisi Undang-Undang Polri terkait pembatasan penempatan itu.
Tetapi mereka mengusulkan adanya peraturan presiden atau perpres terkait pembatasan penempatan anggota Polri dalam jabatan di luar Polri.
Sehingga mereka hanya dapat menempati jabatan yang sangat terkait erat dengan tugas pokoknya. Misalnya, pada kementerian/lembaga bidang polhukam, Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga: Erick dan Amali Rangkap Jabatan PSSI, Jokowi: Nggak Masalah!
“Polri dipastikan menjalankan tugas dan posisi-posisi yang sangat terkait dengan bidang mereka. Itu prinsip dasarnya,” kata Anggota Kelompok Kerja 1 Tim Percepatan Reformasi Hukum Rifqi Sjarief Assegaf menjawab pertanyaan wartawan saat jumpa pers di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Jakarta dikutip dari Antara, Jumat (15/9).
Karenanya, mereka mengusulkan pembentukan perpres terkait itu dapat berproses pada Desember 2023. Oenanggung jawabnya ialah Kemenko Polhukam RI.
Baca Juga: Erick dan Amali Rangkap Jabatan PSSI, Jokowi: Nggak Masalah!
Tim Percepatan Reformasi Hukum menilai saat ini penempatan anggota Polri pada berbagai jabatan sipil di kementerian atau lembaga banyak yang tak terkait dengan tugas pokok dan fungsi Polri.
Misalnya menjadi sekjen (sekretaris jenderal), irjen (inspektur jenderal) dan dirjen (direktur jenderal)/deputi, pelaksana kepala daerah serta komisaris di BUMN.
Praktik ini bertentangan dengan semangat TAP MPR No. VI/MPR/2000, yang salah satu intinya adalah mengembalikan TNI dan Polri kepada fungsinya, termasuk untuk memastikan berkembangnya demokrasi.
"Tidak sejalan dengan berbagai aturan terkait. Praktik ini menerbitkan pula disinsentif bagi ASN lain untuk berkompetisi secara sehat di jabatan-jabatan tersebut,” demikian rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum kepada Presiden RI.