Sampai hari ini, jalan hauling, Km 101, Tapin masih diblokade polisi. Kurang lebih 1,5 bulan lamanya, ribuan sopir truk menganggur.
Penutupan dilakukan polisi sejak 27 November 2021 imbas laporan dugaan pengrusakan aset di tanah seluas 16Ã125 meter.
Sejatinya, kisruh tersebut sudah berulang kali dibawa ke meja runding di daerah hingga pemerintah pusat, namun minim hasil.
Sebelumnya PT Tapin Coal Terminal (TCT) menawarkan PT Antang Gunung Meratus (AGM) untuk menggunakan pelabuhan milik mereka.
Namun tawaran agar operasional batu bara AGM bisa kembali normal tersebut ditolak mentah-mentah oleh pihak sopir dan pegawai tongkang.
"Kalau menggunakan terminal PT TCT, kami pegawai tongkang tetap tak bisa bekerja," ujar salah satu perwakilan pegawai angkutan batubara Trobus Santoso, belum lama tadi.
Menurutnya, tawaran TCT itu bukanlah jalan keluar memecahkan masalah. Penggunaan fasilitas terminal TCT otomatis hanya akan menggunakan armada dari TCT saja.
"Sedang kami (pegawai angkutan batubara) akan tetap tidak bekerja. Permasalahan utama ada pada kami. Karena dengan adanya penutupan kami masih tidak bisa bekerja," jelasnya.
Tawaran TCT tersebut bukanlah yang sopir inginkan. "Yang kami inginkan portal segera dibuka," ujarnya.
Selama melakukan aksi demo di DPRD Kabupaten Tapin hingga DPRD Kalsel, tuntutan pihaknya tetaplah sama; pembukaan portal.
"Jadi tawaran itu bukan solusi buat kami namun solusi untuk perusahaan. Permasalahan utama adalah pemortalan jalan hauling, jika jalan hauling dibuka semua masalah akan selesai," lugasnya.
Sementara, Perwakilan Asosiasi Angkutan Batubara, Mahyuddin hanya bisa berharap agar permasalahan antara TCT dengan AGM segera selesai.
"Ini sudah berlarut-larut. Mudah-mudahan pihak perusahaan bisa mendengar dengan hati, membuka mata jadi tidak ego lagi. Mengingat dampaknya kepada kami masyarakat bagaimana," jelasnya.
Mahyuddin mengaku pihaknya merasakan betul dampak penutupan portal. Sebulan tidak bekerja, tidak ada penghasilan cukup didapat.
"Kasihan masyarakat terutama para sopir-sopir sudah sebulan lebih tidak bekerja, kami juga harus menanggung biaya leasing, ini sudah sebulan kami. Mungkin bulan depan sudah tidak bisa bayar lagi," jelasnya.
Tak hanya itu, Mahyuddin mengatakan selama angkutan tidak beroperasi pihaknya tetap mengeluarkan dana untuk perawatan dan tanggungjawab armada.
"Untuk armada angkutan tetap di maintenance, setiap hari sopir dan mekanik datang untuk mengecek kalau sewaktu-waktu ada perintah untuk mengangkut," ujarnya.
"Kalau uang bulanan untuk supir dan mekanik ada, namun tidak seperti seberapa, karena tidak bekerja," imbuh Mahyuddin.