bakabar.com, JAKARTA - Sutan Sjahrir merupakan pahlawan nasional yang juga dikenal sebagai Perdana Menteri pertama Indonesia ketika nusantara merdeka.
Perjuangannya dimulai kala ia bergabung ke dalam sepuluh orang penggagas pendirian Himpunan Pemuda Nasionalis, Jong Indonesië pada 20 Februari 1927.
Melansir dari berbagai sumber, perhimpunan itu menjadi cikal bakal dari gerakan Pemuda Indonesia yang pada 1928 melakukan kongres monumental dan mencetuskan Sumpah Pemuda.
Sutan Sjahrir yang kala itu baru menempuh pendidikan sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung, kemudian melanjutkan pembelajaran ke Universitas Amsterdam, Belanda.
Baca Juga: Kisah Daud Beureueh, Abdi untuk Bangsa Berakhir Jadi Pemberontak
Kemudian, ia juga tercatat sebagai mahasiswa hukum di Universitas Leiden. Selama masa kuliah Sutan Sjahrir sempat menjadi Sekretaris Perhimpunan Indonesia, sebuah organisasi pelajar Indonesia di Belanda.
Sebagai mahasiswa, Sutan Sjahrir terus aktif dalam gerakan untuk memerdekan Indonesia hingga akhirnya mendirikan perkumpulan Jong Indonesia.
Jong Indonesia sendiri adalah sebuah perkumpulan pemuda untuk membantu perkembangan pemuda Indonesia pada generasi berikutnya.
Tidak hanya itu, selama menjadi mahasiswa ia tercatat kenal dekat dengan Mohammad Hatta.
Baca Juga: Sejarah Tambang Nikel Indonesia Berawal dari Kerajinan Keris
Keduanya bersama-sama aktif sebagai aktivis kemerdekaan, hingga pada 1931, Sjahrir pulang ke Indonesia.
Di Indonesia, Sutan Sjahrir semakin aktif berpolitik dan bergabung ke dalam Partai Nasional Indonesia (PNI Baru) pada Juni 1932.
Berkat kinerja yang mumpuni Sutan Sjahrir kemudian menjabat sebagai ketua PNI Baru.
Kemudian pada 1932, Mohammad Hatta menyusul Sutan Sjahrir pulang ke Indonesia dan juga bergabung dengan PNI Baru.
Baca Juga: Serangan Teroris 11 September 2001, Sejarah Kelam Amerika Serikat
Keduanya bersama menggunakan PNI Baru sebagai organisasi pencetak para kader pergerakan.
Namun, keaktifan PNI baru yang dipimpinnya, membuat ia dicurigai oleh pemerintah kolonial.
Belanda kemudian menangkap dan mengasingkan Sjahrir beserta Hatta selama enam tahun di Banda Neira, Kepulauan Banda.
Ia terus tetap aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bersama dengan sejumlah pemuda lain.
Baca Juga: Kisah Youyou Tu, Temukan Obat Malaria yang Terinspirasi dari Bahan Tradisional Cina
Sjahrir diam-diam membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis (gerakan radikal ideologi nasional).
Gerakan itu dibangun setelah Sjahrir yakin bahwa pihak Jepang akan kalah dalam perang dunia kedua.
Sutan Sjahrir bersama pemuda lain mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Namun Soekarno dan Hatta mengungkapkan belum mendengar berita menyerahnya Jepang.
Baca Juga: Perjalanan Thomas Raffles dalam Catatan Sejarah Kolonial di Nusantara
Tidak hanya itu, Proklamasi juga harus dilakukan sesuai prosedur lewat keputusan Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Untuk itu Soekarno-Hatta memutuskan untuk tidak menyuarakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanpa keputusan yang pasti.
Didorang kekecewaan atas keputusan Soekarno-Hatta, Sjahrir bersama pemuda Indonesia lain menculik keduanya pada 16 Agustus 1945 dan diasingkan ke Rengasdengklok.
Setelah mendengar desakan para pemuda, Soekarno dan Hatta pun setuju untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, yaitu pada 17 Agustus 1945.
Baca Juga: Kisah Tri Suseno, Penghayat Kepercayaan asal Solo
Setelah kemedekaan tepatnya pada 26 Juni 1946, Sjahrir ditetapkan sebagai Perdana Menteri Indonesia.
Namun ia kemudian diculik oleh oposisi Persatuan Perjuangan yang tidak puas atas diplomasi yang dilakukan Kabinet Sjahrir II.
Oposisi Persatuan Perjuangan menilai Diplomasi Sutan Sjahrir dianggap sangat merugikan perjuangan bangsa Indonesia. Sjahrir ditahan di suatu rumah peristirahatan di Paras.
Ia diculik oleh kelompok Persatuan Perjuangan yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soedarsono dan 14 pimpinan sipil. Salah satu di antara mereka adalah Tan Malaka.
Baca Juga: Sejarah dan Evolusi ASEAN, Indonesia Salah Satu Founding Fathers
Aksi tersebut membuat Presiden Soekarno marah. Presiden kemudian memerintahkan Polisi Surakarta untuk menangkap para pimpinan tersebut.
Pada 1 Juli 1946, ke-14 pimpinan termasuk Tan Malaka berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara Wirogunan.
Setelah tragedi itu, Presiden Soekarno kemudian merubah jabatan Sjahrir menjadi Menteri Luar Negeri. Tugas Perdana Menteri pun diambil alih Presiden Soekarno.
Namun, pada 2 Oktober 1946, Soekarno kembali menunjuk Sjahrir untuk menjadi Perdana Menteri agar dapat melanjutkan Perundingan Linggarjati.
Sjahrir terus melanjutkan kasus politiknya bersama Partai Sosialis Indonesia. Namun pada 1955, partai itu gagal mendapat suara yang cukup dalam pemilihan umum pertama di Nusantara.
Baca Juga: Ratu Wilhelmina, Kisah Kehidupan dan Jejaknya dalam Era Penjajahan di Indonesia
Tahun 1962 sampai 1965, Sjahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa diadili. Ia ditangkap karena diduga terlibat dalam pemberontakan PRRI.
Selama dipenjara, kesehatan Sutan Sjahrir terus menurun dan mengalami stroke. Ia kemudian diizinkan untuk berobat ke Zürich, Swiss.
Hingga pada 9 April 1956 Sutan Sjahrir meninggal di Swiss akibat penyakit tersebut.
Karena jasa perjuangan Sutan Sjahrir dalam memerdekan Indonesia ia dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui Keppres Nomor 76 Tahun 1966.