bakabar.com, JAKARTA - Indonesia, dulu adalah wilayah Nusantara yang dijajah Belanda dan tergenggam oleh seorang ratu, namanya Ratu Wilhelmina.
Ia adalah seorang Ratu Belanda yang memiliki nama lengkap Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau. Lahir di Den Haag, Belanda pada tanggal 31 Agustus 1880, nasibnya terjalin dengan takhta dan sejarah wilayah yang jauh di seberang bumi.
Wilhelmina, yang akrab dipanggil Ratu Wilhelmina, mengalami kisah yang tak biasa dalam urutan kekuasaan. Pada tahun 1890, saat usianya baru menginjak 10 tahun, takhta Ratu Belanda diserahkan padanya setelah sang ayah, Raja Willem III, meninggal dunia pada tanggal 23 November. Meski begitu muda, bakat kepemimpinannya mulai memancar pada usia 20 tahun.
Salah satu langkah besar yang diambil oleh Ratu Wilhelmina adalah merumuskan kebijakan politik etis. Meski mungkin tidak disadari saat itu, kebijakan ini lambat laun turut mendorong munculnya semangat kebangkitan nasional di tanah Hindia Belanda yang kini menjadi Indonesia.
Tidaklah mudah menjadi seorang penguasa, terlebih dalam era penuh tantangan. Pemerintahannya berselang dengan Perang Dunia I dan II, krisis ekonomi yang melanda Eropa, dan juga gejolak di Hindia Belanda yang sedang bebenah mencari identitasnya sebagai negara yang ingin lepas dari cengkeraman kolonial.
Baca Juga: Lomba Panjat Pinang, Dulunya adalah Tontonan Hiburan Warga Belanda
Bukan hanya persoalan politik dan kepemimpinan yang harus ia hadapi. Ratu Wilhelmina mengalami beberapa kali keguguran akibat tekanan dari deretan masalah yang terus menghimpit. Bahkan baru setelah delapan tahun menikah, ia berhasil melahirkan seorang putri bernama Juliana.
Telak Dari Jerman
Perang Dunia II datang, dan Belanda mengumumkan netralitasnya. Namun, nasib berkata lain. Jerman Nazi menyerang Belanda, dan penyebabnya tidak hanya sekadar geografis. Jerman ingin mengontrol wilayah strategis ini untuk mencegah kemungkinan pendaratan sekutu melalui sana.
Pada tanggal 10 Mei 1940, pasukan Jerman dengan tiba-tiba menyerbu menggunakan infanteri dan serangan udara yang dahsyat. Militer Belanda tak seimbang, mereka harus menyerah setelah Jerman mengancam akan menghancurkan kota Rotterdam jika penyerahan diri tidak dilakukan.
Kekalahan ini dengan cepat mengakhiri era kekuasaan Belanda di Indonesia yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Ratu Wilhelmina dan keluarga kerajaan terpaksa melarikan diri ke Inggris, meninggalkan rakyat Belanda di bawah pendudukan Jerman.
Indonesia, yang telah lama dijajah, harus tunduk di bawah pemerintahan baru ini dalam waktu singkat. Jerman menguasai Belanda hingga Mei 1945, saat akhirnya pasukan Sekutu berhasil mengalahkan mereka.
Kehilangan Harta Berharga Indonesia
Kebijakan politik etis yang ditegakkan oleh Ratu Wilhelmina di Hindia Belanda, meskipun bertujuan baik, tak lantas berujung manis. Walaupun membaiknya kondisi kesejahteraan dan pendidikan rakyat setempat, kebijakan ini juga turut memicu semangat nasionalis.
Di tengah ketidakstabilan ekonomi pasca perang, Belanda harus menghadapi perlawanan dari sekelompok orang yang kini semakin bangkit.
Namun, Belanda tetap mempertahankan ambisinya untuk menguasai Indonesia, meski usahanya dikalahkan oleh semangat kemerdekaan. Walaupun ada upaya perundingan dan diplomasi, akhirnya mereka harus menyerah pada kenyataan bahwa Indonesia telah lepas dari cengkeraman mereka.
Baca Juga: Sejarah Stasiun Parakan, Jalur Tembakau di Masa Penjajahan Belanda
Tepat di masa pemerintahan Ratu Wilhelmina, posisi Belanda sebagai penguasa kolonial terkikis habis. Dan akhirnya, tiga tahun setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 4 September 1948, Ratu Wilhelmina menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada sang putri, Juliana.
Demikianlah, Ratu Wilhelmina dan bangsa Belanda harus merelakan kehilangan yang berharga yaitu Indonesia. Pada masa pemerintahannya, tampuk kekuasaan kolonial itu akhirnya ditamatkan.
Dengan pergantian kepemimpinan, posisi Belanda sebagai penguasa berakhir. Dan pada tanggal 28 November 1962, Ratu Wilhelmina menghembuskan nafas terakhirnya, kemudian dimakamkan di Nieuwe Kerk di kota Delft.