bakabar.com, JAKARTA - Rangkaian webinar literasi digital di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi telah bergulir pada Rabu (5/4) pukul 09.00-11.00 WIB. Kegiatan bertajuk 'Belajar Hak dan Tanggungjawab di Ruang Digital' itu merupakan kerjasama Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dengan SMPN 8 Muaro Jambi dan SMPN 4 Muaro Jambi dengan melibatkan para siswa sebagai audiensnya.
Kegiatan yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo itu suskes dihadiri oleh sekitar 200 peserta daring, dan dipandu beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya.
Webinar literasi digital bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet.
Pada awal tahun 2022, pengguna internet di Indonesia mencapai 204,7 juta orang atau meningkat 2,1 juta dari tahun sebelumnya. Penggunaan internet tersebut membawa berbagai risiko, karena itu peningkatan penggunaan teknologi internet perlu diimbangi dengan kemampuan literasi digital yang baik agar masyarakat dapat memanfaatkannya dengan bijak dan tepat.
Survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilakukan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 menunjukkan skor atau tingkat literasi digital masyarakat Indonesia berada pada angka 3,49 dari 5,00.
Pada tahun 2022, hasil survei Indeks Literasi Digital Nasional mengalami kenaikan dari 3,49 poin menjadi 3,54 poin dari skala 5,00. Hasil itu dianggap menunjukkan bahwa literasi digital masyarakat Indonesia saat ini berada di kategori sedang dibandingkan dengan tahun lalu.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementrian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menilai indeks literasi digital Indonesia belum mencapai kategori baik.
“Angka ini perlu terus kita tingkatkan dan menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan literasi digital,” katanya lewat diskusi virtual.
Hak dan tanggungjawab di ruang digital
Pada sesi pertama, Kaprodi Ilkom STIKOSA AWS Eko Pamuji menyampaikan mengenai hak dan tanggungjawab di ruang digital. Menurutnya, hak digital merupakan sekumpulan hak-hak masyarakat untuk mengakses, menggunakan, menciptakan, hak untuk bereskpresi, hak untuk merasa aman, serta untuk mengakses dan menggunakan komputer dan perangkat elektronik lainnya, termasuk jaringan komunikasi, khususnya internet.
Selain itu, tanggung jawab meliputi menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat atau kesehatan atau moral publik.
Baca Juga: Gaung Literasi Digital di Beberapa SMP Kabupaten Deli Serdang
Hak-hak masyarakat dijamin oleh negara dalam pasal 28F UUD 1945 bahwa negara menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
"Serta diatur juga dalam UU Nomor 29 Tahun 1999 tentang HAM, UU HAM melegitimasi bahwa internet dapat digunakan untuk mengembangkan diri pribadi setiap orang," ujar Eko yang juga Sekretaris PWI Jatim.
Ketika tidak menggunakan hak dan tanggungjawab dengan sebaik-baiknya, sebenarnya ruang digital memiliki rambu-rambu tersendiri. Disan ada Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008.
"Ini sebenarnya rambu-rambu setiap orang di Indonesia, ini rambu-rambu di ruang digital, agar setiap warga negara kita itu merasa nyaman dalam berekspresi," ungkapnya.
Itu sebabnya saat berekspresi di ruang digital, kita harus bertanggung jawab, meskipun faktanya masih banyak berseliweran berita hoaks.
Baca Juga: Literasi Digital Ajarkan SMPN 5 Padang Panjang Membuat Video Pembelajaran yang Menyenangkan
"Kalau menyinggung soal itu, kita bisa berhadapan dengan Pasal 27, 28, 29, dan 30,UU ITE. Salah satunya misalnya pencemaran nama baik, menghina, mengancam itu di Pasal-Pasal 27, 28, 29. Nah itu ada konsekuensinya, ancamannya di Pasal 45 kalau nggak salah itu denda 1 milyar atau kurungan 6 tahun penjara, jadi memang harus berhati-hati, konsekuensi terhadap hak dan tanggung jawab digital kita," papar EKo.
Etika digital
Selanjutnya, Presidium INDOSTAFF (Indonesia-university staff development program) Prof. Nurhayati menyampaikan mengenai etika digital. Menurutnya, etika digital adalah kemampuan seseorang dalam menilai baik atau buruknya sebuah informasi dan tata kelola digital dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam etika digital terdapat aturan Undang-Undang dan prosedur yang dapat memperkecil kerugian akibat dampak penggunaan teknologi digital.
"Menjaga etika di dunia digital, satu gunakan bahasa yang sopan, jangan membuat bahasa yang membuat orang menerjemahkannya macam-macam, terus yang kedua tidak menyebarkan informasi yang mengandung SARA, pornografi, dan kekerasan," ujarnya.
Nurhayati menambahkan, "Contoh misalnya ada informasi kecelakaan, ya udah kasih tahu aja, terjadi kecelakaan disini, korbannya si A si B, nggak usah videonya yang keliatan, misalnya Naudzubillah mindzalik misalnya terpisah antara kepala dan badan, terus darah ngacir kemana-mana, itu ngga usah, karena itu sensitif informasinya."
Baca Juga: Literasi Digital Bekali SMP Kabupaten Muaro Jambi Tentang Jenis Cyberbullying di Dunia Maya
Selain itu, Nurhayati mengingatkan untuk selalu bijaksana dalam menyebarkan informasi kepada yang lain. Sehingga sebelum sebuah informasi di share, dipastikan dahulu informasi tersebut.
"Misalnya ada informasi, bahwa makanan A mengandung unsur babi, karena mengandung E471 misalnya. Kalau misalnya adik-adik tidak paham apa itu E471 stop dulu informasi itu. Jangan disebar, karena E471 itu adalah lemak, bisa dari hewan, bisa dari tumbuhan" jelasnya.
Selaini itu, guna meminimalisir penyebaran informasi yang sifatnya pribadi, sebaikany tidak semua yang pribadi disampaikan. "Lagi ngapain kirim foto ngga usah, karena itu semua akan membuat kita menjadi tidak aman berdunia digital,” terang Nurhayati.
Etika berkomunikasi
Berikutnya, Muhammad Hafidz Al Furqan selaku Key Opinion Leader (KOL) menyampaikan tentang perlunya cara berkomunikasi dan bersikap dalam menggunakan sosial media.
Karena semua orang memiliki hak dan tanggung jawab di ruang digital, selain hak kita, maka terdapat hak orang lain yang harus dijaga. Ketika kita sudah mengetahui hak di ruang digital, maka jangan sampai kebablasan.
Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 7 Prabumulih Ajarkan Tantangan Hoaks di Dunia Pendidikan
"Apapun yang dilakukan di ruang digital harus ada tanggung jawabnya, karena terdapat UU ITE, tanggung jawab yang pengguna posting, like, itu akan menjadi jejak digital. Jejak digital harus dijaga karena akan bahaya jika berisi hal negatif," terangn Hafidz.
"Jangan sampai nanti justru kita menjadi orang yang di media sosial itu merasa opini saya nih yang paling benar misalnya kan, yang lain salah, padahal ruang digital itu adalah wadah bagi kita untuk bertukar pikiran," imbuhnya.
Hafidz juga mengingatkan agar selalu menggunakan bahasa yang sopan saat menggunakan media digital. Itu menjadi tolak ukur kedewasaan seseorang saat berinteraksi di dunia maya.
"Jadi kita harus tau dulu nih di ruang digital orangnya sangat random, beragam macam, dari suku, agama, ras, jangan sampai kita hanya menembak saja gitu ya. Ah ngga apa-apa lah tulis ini, tulis ini, padahal kita nggak tau, bahkan mungkin ada bahasa kita, yang di bahasa orang lain, itu kasar, mungkin kita nggak tau,” kata Hafidz.
Tanya jawab
Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan- yang diajukan kepada para narasumber. Kemudian moderator memilih tiga penanya untuk bertanya secara langsung dan berhak mendapatkan e-money.
Baca Juga: Literasi Digital di SMP Deli Serdang, Teknologi Dukung Proses Belajar
Pertanyaan pertama dari Tasya Amira yang bertanya bagaimana dengan orang yang punya kepribadian ganda. "Ketika dia menyebar hoaks, dia di kepribadian jahat. Dan setelah itu dia kembali ke kepribadian nya yang baik. Apa yang sebaiknya kita lakukan. Apakah ada sanksi untuk dia," tanyanya.
Eko Pamuji menanggapi bahwa mengenai sanksi berarti konteksnya ada orang yang dirugikan. Kalau ditanya mengenai sanksi apa yang diterima itu harus kita selidiki terlebih dahulu mengenai informasi hoaks tersebut.
Jika ada laporan mengenai informasi hoaks atau pencemaran nama baik, tentu itu akan di proses sesuai hukum yang berlaku. Pihak berwajiblah nanti yang bisa menentukan.
"Perlu kita highlight juga, tentu ada banyak konsekuensi yang kita terima ketika menyebarkan informasi, maka dari itu hati hatilah ketika menyebarkan informasi," pesannya.
Pertanyaan kedua dari Chintya Putri. Dia mengajukan pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan ketika masyarakat tidak memahami dengan dengan baik tentang cara berkomunikasi, meskipun sudah di jelaskan dari Internet atau sudah melakukan zoom.
Baca Juga: Literasi Digital di SMP Deli Serdang, Teknologi Dukung Proses Belajar
Prof. Nurhayati menanggapi, jika masyarakat tidak memahami dengan baik, meskipun sudah dijelaskan melalui internet atau melakukan zoom, mungkin perlu ada pendekatan yang berbeda dalam penyampaian informasi. Gunakan bahasa yang mudah dipahami. Hindari menggunakan bahasa yang terlalu teknis atau kompleks sehingga sulit dipahami oleh masyarakat umum.
"Gunakan bahasa yang mudah dipahami agar pesan dapat tersampaikan dengan jelas. Gunakan gambar atau visualisasi, karena dapat membantu memperkuat pemahaman tentang suatu konsep atau informasi," terangnya.
Pertanyaan ketiga dari M. Hariski yang bertanya bagaimana cara meningkatkan viewer kita di youtube dan bagaimana meningkatkan jumlah follower di tiktok untuk meningkatkan minat pembeli terhadap produk yang kita tawarkan.
"Terakhir untuk mengetahui kebenaran berita yang tersebar di media sosial apakah ada aplikasinya, supaya kita tidak salah," tanya Hariski.
Menjawab itu, Eko Pamuji menjelaskan jika masing-masing platform memiliki karakter yang berbeda-beda. "Contoh dari platform tiktok, sekarang tiktok menjadi platform yang paling banyak dipakai pada saat ini. Adapun tips nya adalah buat konten yang menarik dan sesuai dengan tren terbaru, gunakan hashtag yang relevan untuk meningkatkan visibilitas konten, Interaksi dengan pengikut dan penonton dengan merespon komentar dan DM," paparnya.
Baca Juga: Ratusan Siswa SD Prabumulih Ikuti Webinar 'Literasi Digital Sejak Dini'
Terakhir, kata Eko, harus adanya komunikasi antar followers dan seller untuk mengetahui sejauh mana produk kita sukses di pasaran. Sementara untuk mengetahui kebenaran berita, cobalah dicek dari berbagai sumber terlebih dahulu sebelum kita kosumsi.
Senada, Prof. Nurhayati mengingatkan, bahwa buatlah produk jualan yang berbeda dari yang lain. "Jadilah yang pertama mempromosikan itu. Cara mengetahui berita itu benar atau tidak, kita bisa cek kembali sebelum memvonis suatu berita," pungkasnya.
Usai sesi tanya jawab, moderator mengumumkan tujuh pemenang lainnya yang bertanya di kolom chat dan berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp. 100.000.
Moderator mengucapkan terima kasih kepada narasumber, Key Opinion Leader (KOL) dan seluruh peserta webinar. Pukul 11.00 WIB webinar literasi digital selesai, moderator menutup webinar dengan mengucapkan salam, terima kasih dan tagline Salam Literasi Indonesia Cakap Digital.