Literasi Digital

SMA Kabupaten Karimun Belajar Hak dan Tanggungjawab di Ruang Digital

Rangkaian webinar literasi digital di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau telah bergulir pada Rabu (05/4) pukul 10.00-12.00 WIB.

Featured-Image
Rangkaian webinar literasi digital di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau telah bergulir pada Rabu (05/4) pukul 10.00-12.00 WIB. Kegiatan webinar yang bertajuk tema “Belajar Hak dan Tanggungjawab di Ruang Digital” merupakan kerjasama Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Foto: KemenKominfo

bakabar.com, JAKARTA - Rangkaian webinar literasi digital di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau telah bergulir pada Rabu (05/4) pukul 10.00-12.00 WIB.

Kegiatan webinar bertajuk 'Belajar Hak dan Tanggungjawab di Ruang Digital' merupakan kerjasama Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dengan seluruh SMA di Kabupaten Karimun. Kegiatan itu sukses dihadiri 500 peserta daring, dan dipandu beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya.

Kegiatan yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo tersebut bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet. 

Ini menjadi penting karena pengguna internet di Indonesia pada awal 2022 mencapai 204,7 juta orang atau meningkat 2,1 juta dari tahun sebelumnya. Namun, penggunaan internet tersebut membawa berbagai risiko, karena itu peningkatan penggunaan teknologi internet perlu diimbangi dengan kemampuan literasi digital yang baik agar masyarakat dapat memanfaatkannya dengan bijak dan tepat.

Kegiatan yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ini bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet. Foto: KemenKominfo
Kegiatan yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ini bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet. Foto: KemenKominfo

Survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilakukan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 menunjukkan skor atau tingkat literasi digital masyarakat Indonesia berada pada angka 3,49 dari 5,00.

Baca Juga: Webinar Literasi Digital di SMAN 5 Prabumulih: Jadi Pengguna Media Sosial yang Bijak, Kreatif dan Inovatif

Kemudian pada tahun 2022, hasil survei Indeks Literasi Digital Nasional mengalami kenaikan dari 3,49 poin menjadi 3,54 poin dari skala 5,00. Hasil itu dianggap menunjukkan bahwa literasi digital masyarakat masih berada di kategori sedang dibandingkan tahun lalu. 

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementrian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menilai indeks literasi digital Indonesia belum mencapai kategori baik.

“Angka ini perlu terus kita tingkatkan dan menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan literasi digital,” katanya lewat diskusi virtual.

Etika di ruang digital

Dr. Astri Dwi Andriani, M.I.Kom menyampaikan mengenai etika digital, segala aktivitas di ruang digital memerlukan etika digital. Ruang lingkup etika digital meliputi kesadaran, tanggung jawab, integritas, dan kebajikan. Foto: KemenKominfo
Dr. Astri Dwi Andriani, M.I.Kom menyampaikan mengenai etika digital, segala aktivitas di ruang digital memerlukan etika digital. Ruang lingkup etika digital meliputi kesadaran, tanggung jawab, integritas, dan kebajikan. Foto: KemenKominfo

Pada sesi pertama, Rektor UNPI Cianjur Astri Dwi Andriani menyampaikan mengenai etika digital dan segala aktivitas di ruang digital. Ruang lingkup etika digital meliputi kesadaran, tanggung jawab, integritas, dan kebajikan.

Terdapat juga jejak digital atau rekaman atau bukti yang ditinggalkan setelah beraktivitas di internet yang berpotensi untuk dicari, dilihat, disalin, dicuri, dipublikasi, dan diikuti orang lain.

Baca Juga: Gaung Literasi Digital di Beberapa SMP Kabupaten Deli Serdang

"Jejak digital yang kita tinggalkan itu berupa riwayat pencarian, pesan teks (termasuk yang sudah dihapus), foto dan video (termasuk yang sudah dihapus), foto dan video yang ditandai (tag), lokasi yang dikunjungi dengan GPS terkoneksi dengan internet, interaksi sosial media like dan share, riwayat pencarian saat dalam mode penyamaran, dan persetujuan akses cookie saat diminta oleh browser," terangnya.

Menurut Astri, cara merawat jejak digital yaitu cari tahu jejak digital dengan ketik nama di mesin pencarian, kemudian atur privasi di perangkat dan akun media sosial dengan target unggahan/foto menampilkan informasi umum, menggunakan password yang kuat, dan mengajari anak untuk menjaga privasi. 

"Cara menerapkan etika yang baik salah satunya menghindari konten negatif, mau ga mau, suka ga suka, ngeh ga ngeh sebagai warga Indonesia yang aktif menggunakan internet, kita terikat dengan undang-undang transaksi dan elektronik atau UU ITE," papar Astri.

Dia menambahkan, Karena UU ITE ini ancamannya sangat serius, seperti denda hingga Rp1 milyar dan ancaman kurungan penjara selama 1 tahun, maka setiap orang perlu mewaspadainya.

Astri menjelaskan ada sejumlah langkah yang membuat setiap pengguna internet terhindar dari jerat UU ITE. Pertama, tidak melanggar etika kesusilaan. 

Baca Juga: Literasi Digital Ajarkan SMPN 5 Padang Panjang Membuat Video Pembelajaran yang Menyenangkan

"Menampilkan pornografi ga boleh, perjudian ga boleh, penghinaan atau pencemaran nama baik, nyinyir di kolom komentar artis itu ga boleh, pemerasan atau pengancaman," urainya.

Kedua, tidak menyebarkan berita bohong. "Nah ini hoas ya menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian itu tidak boleh," tegasnya.

Ketiga, tidak menyebar kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. "Misalnya kita nyinyir sama salah satu suku lain, etnis lain atau agama lain ga boleh, karena yang paling berharga dari Indonesia yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika," jelas Astri.

HAM di dunia digital

Adimaja, ST, MM, MMG memberikan pemaparan bahwa di dunia digital terdapat berbagai Negara, suku Bangsa, Bahasa, Budaya, Agama, dan RAS. Hak di dunia digital adalah sesuatu yang benar, milik, kewenangan, dan kekuasaan seseorang untuk berbuat sesuatu karena sudah diatur undang-undang. Foto: KemenKominfo
Adimaja, ST, MM, MMG memberikan pemaparan bahwa di dunia digital terdapat berbagai Negara, suku Bangsa, Bahasa, Budaya, Agama, dan RAS. Hak di dunia digital adalah sesuatu yang benar, milik, kewenangan, dan kekuasaan seseorang untuk berbuat sesuatu karena sudah diatur undang-undang. Foto: KemenKominfo

Berikutnya, Analis Kebijakan Bidang SMA (Pegiat Pendidikan Karakter) Dinas Pendidikan Prov. Kepulauan Riau Adimaja memaparkan di dunia digital terdapat berbagai negara, suku bangsa, bahasa, budaya, agama, dan RAS.

Hak di dunia digital adalah sesuatu yang benar, milik, kewenangan, dan kekuasaan seseorang untuk berbuat sesuatu karena sudah diatur undang-undang atau peraturan. "Hak asasi manusia menjamin setiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital," katanya.

Baca Juga: Literasi Digital Bekali SMP Kabupaten Muaro Jambi Tentang Jenis Cyberbullying di Dunia Maya

Ragam hak digital, meliputi hak untuk mengakses, hak untuk berekspesi, dan hak untuk merasa aman. Kebebasan mengakses internet, seperti ketersediaan infrastruktur, kepemilikan dan kontrol layanan penyediaan internet, kesenjangan digital, kesetaraan akses antargender, penapisan dan blokir.

Hak untuk berekspresi seperti jaminan atas keberagaman konten, dan bebas menyatakan pendapat. Hak untuk merasa aman seperti bebas dari penyadapan massal dan pemantauan tanpa landasan hukum, perlindungan atas privasi, hingga aman dari penyerangan secara daring.

Sementara tanggungjawab di dunia digital merupakan kewajiban menanggung segala sesuatu, tanggung jawab menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, atau kesehatan, dan moral publik.

Juga perlu membangun budaya digital dengan budaya pancasila, mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital. 

"Ketika masuk ke ruang digital, harus memiliki karakter positif, memiliki sifat dan perilaku positif, perilaku positif selalu bermanfaat untuk diri kita dan orang lain," paparnya.

Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 7 Prabumulih Ajarkan Tantangan Hoaks di Dunia Pendidikan

Selanjutnya, Adimaja mengingatkan, "Begitu kita masuk ke ruang digital ada jejak digital, yang membuat kita disenangi orang atau tidak disukai orang, tentunya kita ingin disenangi, maka itulah perlu kita menanamkan karakter positif di ruang digital.

Tanggungjawab di dunia digital

Deola Adene selaku Key Opinion Leader yang menyampaikan bahwa semua orang memiliki hak dan tanggungjawab di ruang digital, perlu bertanggungjawab atas konten yang kita buat di dunia digital, karena akan terekam sebagai jejak digital, dan perlu menyikapi berbagai hal di media digital dengan baik. Foto: KemenKominfo
Deola Adene selaku Key Opinion Leader yang menyampaikan bahwa semua orang memiliki hak dan tanggungjawab di ruang digital, perlu bertanggungjawab atas konten yang kita buat di dunia digital, karena akan terekam sebagai jejak digital, dan perlu menyikapi berbagai hal di media digital dengan baik. Foto: KemenKominfo

Selanjutnya, giliran Deola Adene selaku Key Opinion Leader (KOL) menjelaskan bahwa semua orang perlu bertanggungjawab atas konten yang dibuat di dunia digital. Itu karena akan terekam sebagai jejak digital, dan perlu menyikapi berbagai hal di media digital dengan baik.

"Membangun sikap dan menfilterisasi semua informasi yang masuk. Kebanyakan orang di indonesia memiliki akses digital yang pasif," ucapnya.

Deola menambahkan, "Menurut saya, balik lagi ke diri kita masing masing. Yang mempengaruhi itu berasal dari keluarga dan tenaga pendidik di sekolah. Solusinya kita harus memfilter hal-hal, konten, yang masuk ke sosial media kita."

Tanya jawab

Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. KemenKominfo
Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. KemenKominfo

Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Kemudian moderator memilih tiga penanya dan berhak mendapatkan e-money.

Baca Juga: Literasi Digital di SMP Deli Serdang, Teknologi Dukung Proses Belajar

Pertanyaan pertama dari Joshlyne Gracella yang bertanya bagaimana upaya orangtua untuk mendidik anak supaya tidak terlalu mengexpose kehidupan pribadi/identitasnya di media sosial dan dapat mengimbangkan antara kehidupan dunia maya dan dunia nyata tanpa anak merasa terkekang/terbebani?

Astri Dwi Andriani menanggapi bahwa tips yang pertama adalah anak boleh mengakses sesuatu di media digital. Internet adalah pelengkap. Yang kedua adalah kita harus disiplin dalam penggunaan gadget. "Tentunya menerapkan waktu dalam penggunaan gadget untuk anak," katanya.

Yang ketiga jangan biarkan anak memnggunakan internet di ruang tertutup, ajak mereka menggunakan internet di ruang terbuka agar orang tua bisa mengawasi anaknya.

"Yang terakhir adalah jangan membiarkan anak memotret bagian yang intim agar tidak terkena phising," tegas Astri.

Pertanyaan kedua dari Ghina Christie Sitepu yang bertanya tentang apa yang perlu disaring ketika mendapatkan suatu informasi dan ingin menyebarkannya  kepada masyarakat luas?

Baca Juga: Ratusan Siswa SD Prabumulih Ikuti Webinar 'Literasi Digital Sejak Dini'

Adimaja menjawab dengan mengatakan dunia digital adalah dunianya Gen z. Saat masuk ke dunia digital itu sama saja seperti berinteraksi dengan manusia di dunia nyata.

"Yang mana kita harus memiliki etika yang baik. Apa yang kita butuhkan, itu yang kita cari. Tapi ingat kalau kita search di google hal yang kita butuhkan, itu harus mencari dengan benar. Karena seiring perkembangan zaman, banyak sekali penipuan yang beragam macamnya," paparnya.

Selain itu, saat mencari hal yang diinginkan, sebaiknya menggunakan marketplace yang terpercaya seperti tokopedia, dan shopee. "Jangan lupa, dunia digital tidak berbeda dengan dunia nyata. Maka dari itu, kita harus selalu berhati hati dalam menggunakan media digital," ujar Adimaja.

Pertanyaan ketiga dari Muhammad Rangga. Ia bertanya bagaimana memberitahukan seseorang yang dianggap kurang beretika dalam menggunakan media digital dan bagaimana mengetahui bahwa yang dilakulan itu adalah benar beretika.

Astri Dwi kembali menanggapi dengan mengatakan ada banyak ukuran untuk netiket. Yang pertama. hindari komentar yang menggunakan huruf besar. "Karena itu mengindikasikan kalau orang tersebut sedang marah," ujarnya.

Baca Juga: Literasi Digital di SD dan SMP Kabupaten Ogan Ilir, Jaga Data Pribadi dengan Baik

Yang kedua adalah emoticon. Yang ketiga adalah perhatikan jam, hindari untuk mengirimkan pesan pada jam malam karena itu saatnya beristirahat.

"Yang terakhir adalah hindari mengirim email lebih dari 25mb, karena kita tidak tahu kapasitas penerima itu gimana,"jelas Astri.

Sesi tanya jawab selesai. Kemudian moderator mengumumkan tujuh pemenang lainnya yang bertanya di kolom chat dan berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp. 100.000. Foto: KemenKominfo
Sesi tanya jawab selesai. Kemudian moderator mengumumkan tujuh pemenang lainnya yang bertanya di kolom chat dan berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp. 100.000. Foto: KemenKominfo

Senada, Adimaja menjelaskan bahwa kita tidak boleh menjelek jelekan orang di dunia digital. Itu hal yang harus dihindari. "Tugas kita itu berat, apalagi di dunia digital saat ini, walaupun kita kasih tahu juga orang tersebut ngeyel," katanya.

Sebagai langkah, Adimaja mengusulkan agar tidak mengirimkan gambar yang kurang pantas. "Kita juga jangan suka mencari masalah di dunia digital, karena itu akan terekam di jejak digital kita," tegasnya.

Usai sesi tanya jawab, moderator mengumumkan tujuh pemenang lainnya dan berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp. 100.000. Moderator mengucapkan terima kasih kepada narasumber, key opinion leader (KOL) dan seluruh peserta webinar.

Pukul 12.00 WIB webinar literasi digital selesai, moderator menutup webinar dengan mengucapkan salam, terima kasih dan tagline Salam Literasi Indonesia Cakap Digital.

Editor
Komentar
Banner
Banner