Polemik KRIS JKN

Sistem KRIS JKN Dinilai akan Menyulitkan Rumah Sakit

Ketua Manajemen Akreditasi Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Primer (Lafkespri), menyatakan ketidaksetujuannya dengan penerapan sistem KRIS JKN

Featured-Image
Ketua Manajemen Akreditasi Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Primer (Lafkespri), Misbahul Munir, menyatakan ketidaksetujuannya dengan penerapan sistem KRIS JKN.(apahabar.com/Ayyubi)

bakabar.com, JAKARTA - Ketua Manajemen Akreditasi Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Primer (Lafkespri), Misbahul Munir menyatakan penolakannnya mengenai ketidaksetujuannya dengan penerapan sistem KRIS JKN.

Penerapan sistem KRIS JKN dinilainya memiliki konsekuensi pengurangan tempat tidur pasien dari berkapasitas enam pasien menjadi empat pasien. Kondisi tersebut akan menyulitkan rumah sakit.

"Bangunan rumah sakit tidak sesederhana itu untuk dirubah dari 6 menjadi 4," kata Misbahul saat kepada bakabar.com, Kamis (4/8).

Alasan itu diperkuat dengan fakta banyaknya rumah sakit lama yang perlu melakukan perubahan ruangan. Hal ini disebabkan oleh fasilitas seperti listrik, oksigen, dan tata ruang dinilainya tidak semudah yang dibayangkan.

Baca Juga: Kontroversi KRIS JKN Memanas, Lafkespri: BPJS Surplus Kok

Selain itu, imbuh Misbahul, dirinya menilai tidak ada alasan yang mendasar untuk melakukan perubah ruangan sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Pasalnya, berdasarkan informasi yang ia dapat, perubahan kapasitas pasien bertujuan untuk mengurangi pasien agar tidak tertular penyakit lainnya.

"Belum ada data yang mendukung kalau orang dirawat berenam itu akan tertular atau tingkatan perawatannya akan lebih lama," terangnya.

Seharusnya dengan melimpahnya data yang dimiliki BPJS sekarang, Kemenkes bisa lebih tepat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

"BPJS kan sekarang punya data yang banyak, coba pastikan kebutuhan masyarakat emang berkaitan dengan perubahan ruangan?," tanya Misbahul.

Baca Juga: Polemik KRIS JKN, Anggota DPR: Masyarakat Kelas Tiga akan Kesulitan

Karena itu, Misbahul menggangap uji coba KRIS JKN yang sudah dilakukan oleh Kemenkes cenderung sepihak dan tidak melihat kebutuhan dari masyarakat.

Selain itu, kondisi dan prasarana rumah sakit masih banyak yang timpang. Kondisi tersebut yang menurutnya akan menimbulkan masalah. Ia mengingatkan agar program KRIS JKN tidak membebani rumah sakit.

"Jangankan rumah sakit antar pulau, antar kota saja kayak Banten, Jawa Barat, apalagi RS swasta, itu kan masih sangat beragam kondisinya," ungkap Misbahul.

Baca Juga: Kontroversi KRIS JKN, YLKI: Pemerintah Jangan Ngotot

Sebagai informasi, Pemerintah berencana akan menghapus kelas iuran BPJS Kesehatan I, II, dan III. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS-JKN) atau kelas standar di seluruh rumah sakit (RS) mulai 1 Januari 2025.

Dengan sistem KRIS, maksimal akan menjadi 4 tempat tidur dalam satu kamar. Pengurangan tempat tidur itu menjadi salah satu dari 12 kriteria yang harus ditetapkan RS untuk melaksanakan penghapusan sistem kelas I-III.

Sebelumnya, kelas I memiliki kapasitas 1-2 orang per kamar, kelas II berkapasitas 3-5 orang per kamar, dan kelas III 4-6 orang per kamar. Dengan sistem KRIS, maksimal akan menjadi 4 tempat tidur dalam satu kamar. Pengurangan tempat tidur itu menjadi salah satu dari 12 kriteria yang harus ditetapkan RS untuk melaksanakan penghapusan sistem kelas I-III.

Editor


Komentar
Banner
Banner