datu kalampayan

Serba Kompromi di Film Datu Kalampayan

Ingatan masyarakat Banjar akan sosok ulama termashyur Syeikh Arsyad Al-Banjari atau Datu Kalampayan dihimpun dalam rekaman film yang prosesnya penuh tantangan.

Featured-Image
Film Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari Matahari dari Bumi Banjar yang tayang di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Senin (26/12). Foto: Chandra untuk apahabar.com.

Semua Meraup Pelajaran

Pembuatan film ini dimaksudkan Pemprov Kalsel agar generasi milenial kembali mengingat tentang perjalanan seorang ulama Banjar. Berangkat dari gagasan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor yang terpantik mengenalkan betapa fenomenalnya karya-karya Datu Kalampayan.

Munir Shadikin kembali mengkritisi bila memang pembuatan film ini dimaksudkan sebagai bagian dari janji politik sang gubernur, yang sekaligus menjadi agenda promosi sosok Datu Kalampayan sebagai Pahlawan Nasional, maka sepatutnya bisa digarap lebih epic dan efektif.

“Kita semua berharap, penggarapan film ini tidak berhenti sebagai project musiman belaka, namun ini menjadi monumen dalam jalan panjang pendidikan. Sebab film sebagai produk pengetahuan akan bergulir bagi generasi bangsa, khususnya muda-mudi Banjar,” jelas Munir.

Tanggapan berbeda disampaikan Chandra, selaku produser yang mengikuti rangkaian film sejak awal ditender, dirinya sempat mengira bahwa output yang diharapkan oleh Pemprov Kalsel adalah film dokumenter.

Belakangan usai tender dan urusan administrasi selesai, rangkaian proses pengerjaan pun harus mengalami banyak penyesuaian. Termasuk mengakomodir 2 sutradara Joko Santoso dan Zulkifli Anwar yang saling berkolaborasi.

“Tim kami semula mengira film ini akan dikemas sebagai semi-dokumenter, namun pada perjalannnya mengalami perubahan yakni ingin menampilkan berbagai unsur, utamanya 13 ilmu fiqih dari Datu Kalampayan dalam kronika bercerita,” terangnya.

Kompromi Jadi Opsi

Dengan durasi 88 menit yang dihadirkan, film Datu Kalampayan menjadi obsesi banyak pihak dalam merekam ajaran dan keteladanan sang tokoh.

Silang sengkarut yang menyertai baik sebelum hingga sesudah film ini ditayangkan di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Senin (26/12) lalu adalah upaya semua pihak mengemas ulang jejak langkah ulama besar yang dikagumi.

Olehnya, hingga tulisan ini dirilis, Chandra sang produser meyakinkan bahwa proses perbaikan film masih berlanjut. Sebab saat itu, dengan mepetnya waktu penayangan membuat tim "berkompromi" dengan menayangkannya sesuai jadwal adminstratif pemerintah.

"Sekali lagi, film ini bukanlah garapan komersial, melainkan film model yang bertujuan mendokumentasikan sekaligus menyiarkan pembelajaran, at least ini jadi pembelajaran semua pihak," tandasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner