bakabar.com, JAKARTA – Selama 88 menit, perjalanan hidup seorang ulama besar dari Bumi Banjar dirangkai dalam sebuah film garapan PT Expressa Pariwara Media. Premisnya berangkat dari kiprah sang tokoh utama, yakni Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, atau Datu Kalampayan.
Runutan kronika yang diantarkan lewat alur maju mundur, membuat penonton perlu pencermatan ekstra untuk memahami tiap fragmennya. Hal itu yang terpampang di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Senin (26/12, saat pertama kali film usai ditayangkan.
Dibuka dengan Perkara ‘Kiblat’
"Undang syekh itu, kita buktikan kebenarannya. Jangan-jangan beliau penipu." Demikian titah Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Petrus Albertus van Der, kala mendengar arah kiblat masjid di Batavia digeser.
"Benarkah Tuan Syekh, bahwa arah kiblat dari Masjid Luar Batang itu salah?” tanya van Der kepada ulama yang mengoreksi arah kiblat, Syekh Muhammad Arsyad alias Datu Kalampayan.
Dengan tenang, sang mahaguru pun menjawab, "Ya, memang salah." Seraya mengeluarkan sebuah peta buatan sendiri, menunjukkan arah kiblat yang semestinya menurut ilmu falak.
Ulama kenamaan asal Banjar itu memang sempat mengoreksi arah kiblat di sejumlah masjid di Batavia. Dia menjajaki Tanah Betawi, singgah barang sebentar di kediaman kawan seperguruannya di Makkah, sepulang dari Tanah Haram.
Dibetulkannya arah kiblat ini bukan tanpa alasan. Kala itu, terjadi pergeseran arah kiblat akibat pergerakan kerak bumi dan aktivitas tektonik.
Datu Kalampayan membetulkan arah kiblat tersebut berlandaskan ilmu falak. Caranya dengan menunjukkan arah ke Masjidil Haram di Makkah, apakah terlihat Ka’bah dari celah tangan baju jubahnya.
Kembali ke Masa Kecil
Kepiawaian dalam menerapkan ilmu falak yang demikian jadi sepintas gambaran mengenai betapa hebatnya sosok Datu Kalampayan. Hal itu cukup membuat pemirsa bertanya-tanya, dari mana kiranya kemahiran itu bermula?
Film Matahari dari Bumi Banjar kembali menarik lini cerita dengan berlatar masa kecil Datu Kalampayan. Ditampilkan adegan di mana Arsyad kecil tengah menggoreskan kaligrafi.