Pemohon juga menghadirkan Muhammad Yahya sebagai saksi yang menjelaskan penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) yang melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk memenangkan paslon nomor urut 1 Sahbirin Noor-Muhidin (Pihak Terkait).
"Ada penyalahgunaan bansos berupa beras untuk pencitraan Paslon Sahbirin Noor dan Muhidin yang melibatkan Aparatur Sipil Negara terutama tenaga kontrak di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan," ujar Yahya sebagai pegawai Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kalsel.
Yahya mengaku ikut melakukan pengemasan beras untuk bansos tersebut sejak pertengahan 2018 hingga menjelang pertengahan 2020 atas perintah Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalsel, meneruskan perintah Gubernur Kalsel kala itu (Pihak Terkait).
Jumlah beras yang dikemas dengan stiker tagline "Bergerak" dan "Paman Birin" serta foto Sahbirin Noor berkisar 7 ton per hari, bahkan pernah sampai 14 ton.
Waktu pengemasan beras dinilai Yahya tidak manusiawi, tidak mengenal siang maupun malam.
Dia sempat menolak, tapi diancam akan diputus kontrak kerja Yahya yang bekerja sebagai supir.
Pengakuan Yahya bahwa pengemasan beras atas perintah Gubernur Kalsel, bukan tidak berdasar.
Saat Yahya mengemas beras, dia sempat melihat istri Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan sedang melakukan video call dengan Gubernur Kalsel yang menjelaskan sedang ada pengemasan beras.
Saksi Pemohon berikutnya, Anang Husni yang menerangkan adanya politik uang di Kabupaten Banjar yang dilakukan dengan cara bertandem paslon nomor urut 1 dan paslon nomor urut 3.
Tim meminta Anang dan lainnya untuk mengumpulkan KTP dan KK sebanyak-banyaknya di TPS 04 Desa Sungai Lakum yang bertujuan untuk memenangkan paslon nomor urut 1 dan menjanjikan ada imbalan uang.
Anang sebagai tim pemenangan paslon nomor urut 1 membagikan uang Rp 100 juta untuk 100 orang calon pemilih.
"Saya suruh mereka mencoblos pasangan calon nomor urut 1," ucap Anang.
Berikutnya Chandra Adi Susilo yang juga dihadirkan sebagai Saksi Pemohon, membenarkan terjadinya penyalahgunaan bantuan sosial yang melibatkan ASN untuk memenangkan paslon nomor urut 1.
Distribusi bansos tersebar di 20 kecamatan, diketahui melalui media sosial, terkadang disiarkan di stasiun tv lokal.
"Termasuk keluarga dari istri saya menerima 4 kg beras, kemudian gula dan teh," jelas Chandra.
Chandra yang merupakan saksi di Kabupaten Banjar, juga menerangkan adanya kejanggalan saat rekapitulasi penghitungan suara tingkat pleno di Kabupaten Banjar.
Di antaranya terdapat 160 suara Pemohon pindah ke Pihak Terkait.
Selain itu, adanya ketidaksamaan jumlah DPT antara pemilih dalam pemilihan gubernur dan pemilihan bupati.
Protes dilakukan tim pemenangan paslon nomor urut 2 dan tidak menandatangani hasil pleno, tapi tidak ada tindaklanjut dari KPU.
Kemudian ada Saksi Pemohon, Manhuri sebagai tim sukses Pemohon.
Dikatakan Manhuri, rekapitulasi penghitungan suara seluruh kecamatan di Kalsel, angka-angka yang ditetapkan KPU semuanya bermasalah.
Jumlah surat suara yang diterima Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk pemilihan bupati tidak sama dengan pemilihan gubernur sehingga jumlah surat suara sah dan tidak sah jauh berbeda.
Saksi Pemohon berikutnya, Jurkani, menjelaskan adanya keterangan komisioner Bawaslu Banjar mengenai manipulasi menaikkan suara Pihak Terkait sebanyak 5.000 suara.
Bantahan Saksi Termohon di halaman selanjutnya…