Cerpen

Sehimpun Makna dalam Satu Cerita tentang Ayah

Dalam edisi spesial Hari Ayah Nasional, Tim Redaksi memiliki sebuah cerita pendek yang mengisahkan sosok ayah yang penuh dedikasi dan insipirasi.

Featured-Image
Ilustrasi ayah dan anak perempuannya (Foto: dok.Klikdokter)

Tidakkah kau melihatku dari atas sana?

Akulah suami yang kau tinggalkan tanpa persiapan sama sekali, akulah suami yang menyaksikan jasad istrinya yang terkubur bersama pengetahuan yang disiapkannya untuk anak kami, akulah duda yang tak punya banyak pilihan menghabiskan malam Minggu selain ke wahana permainan anak atau membaca buku panduan mengasuh anak, akulah lelaki yang kerap tertidur di atas meja kerja dan terbangun oleh jerit alarm dini hari.

Dan di sinilah diriku kau tinggalkan, istriku. Di tempatku berdiri menuang susu formula. Berdiri menjumlahkan kepahitan yang dikikis perlahan oleh penerimaanku akan kenyataan.

“Ayah, buatkan aku puisi tentang ibu.” Ciku sudah sekolah.

“Untuk apa?” O Tuhan, bagaimana aku menghadapi tuntutan ini ....

“Disuruh Guru, untuk dibacakan di Hari Ibu nanti. Puisi itu apa, sih, Ayah?” Lagi. Pertanyaan yang tak kalah membingungkanku.

“Puisi itu,  puisi itu ... eh, puisi itu cinta. Ya, puisi adalah cinta.” Kutemukan jawaban begitu saja. Sebab tak pernah ada yang keliru dengan kata itu. Cinta mampu mengisi padanan kata yang tak bermakna sekalipun. Ah, seiring waktu, Ciku akan paham mengapa aku memberinya jawaban itu.

“Ayah ...,” gumamnya pelan.

“Ada apa, Sayang?”

“Aku puisi Ayah!” ucapnya dengan mata berbinar.

“Ayah juga puisi Ciku,” suaraku nyaris tak terdengar, hanya telingaku yang jelas mendengar. Telaga di tepi mata kutahan sambil menatapnya yang tersenyum.

“Aku akan buat puisi tentang Ayah saja, karena Ayahlah puisiku.” Ciku berlari mengambil kertas di kamarnya. Kupunguti krayon yang berserakan di lantai sambil kurogoh kekuatanku untuk tidak menangis.

HALAMAN
12345
Editor


Komentar
Banner
Banner