Politik

Respons H2D Soal Gugatan Berlanjut di Sidang Pembuktian MK

apahabar.com, BANJARMASIN – Sengketa perselisihan hasil Pilgub Kalsel dipastikan akan berlanjut ke sidang pemeriksaan di Mahkamah…

Featured-Image
Denny Indrayana dan Difriadi Darjat saat mendaftar ke KPU Kalsel. Foto-Kompas.com

bakabar.com, BANJARMASIN – Sengketa perselisihan hasil Pilgub Kalsel dipastikan akan berlanjut ke sidang pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ini setelah panel MK yang mengadili perkara gugatan pasangan H Denny Indrayana-Difriadi Darjat (H2D) atas keputusan KPUD Kalimantan Selatan, tidak ada putusan sela.

"Tidak ada putusan sela, maka otomatis perkara akan berlanjut ke acara pembuktian," kata ucap Denny Indrayana kepada bakabar.com, kemarin.

Profesor Hukum dari Universitas Gadjah Mada ini menegaskan, sejak awal pihaknya sangat optimistis dengan gugatan tersebut.

"Sejak awal kami memang optimis, kami selalu berkeyakinan gugatan kami akan dimenangkan. Integritas selalu yang utama, kecurangan tidak boleh dimenangkan," katanya.

Pede dalil yang disampaikan sangat kuat di halaman selanjutnya…

Sementara itu, Juru Bicara Kuasa Hukum H2D, Muhamad Raziv Barokah menambahkan, berlanjutnya sengketa Pilgub Kalsel tersebut membuktikan dalil-dalil yang disajikan dalam permohonan sangat kuat dan layak diperiksa Mahkamah Konstitusi.

"Sebaliknya tidak adanya putusan sela membuktikan eksepsi yang diajukan oleh KPU, Bawaslu, dan serta pihak terkait tidak memiliki bobot argumentasi yang baik," tambahnya.

Pada sidang jawaban permohonan, kata dia, dalil-dalil yang dikemukakan termohon, Bawaslu, dan pihak terkait sudah bisa diprediksi tidak akan menjawab penekanan dugaan kecurangan yang terjadi di Pilgub Kalsel.

"Naskah jawaban seharusnya bersifat bantahan atas dalil permohonan, namun yang disajikan mereka justru seakan lari dari dalil kecurangan yang dituduhkan," tegasnya.

Dalil permohonan sangat jelas, sambung dia, yakni adanya dugaan pelanggaran administrasi yang diatur dalam Pasal 71 ayat (3) UU Pilkada.

Dalam belied tersebut, petahana dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan dirinya dalam rentang waktu 6 (enam) bulan sebelum ditetapkan sebagai pasangan calon.

Yakni sejak 23 Maret 2020 sampai penetapan calon terpilih.

"Faktanya petahana justru membagikan ratusan ribu paket sembako Covid-19 dan tandon cuci tangan Covid-19 dengan ditempeli foto, nama, dan jargon kampanye dirinya. Begitu juga dengan penggunaan tagline kampanye Bergerak yang juga digunakan dalam berbagai program dan fasilitas dinas," cetusnya.

"Selain melanggar Pasal 71 ayat (3), tindakan ini membuktikan rasa pesimistis yang begitu tinggi dari petahana dalam mengarungi Pilgub Kalsel," jelasnya.

Soroti soal komentar “Kaset Rusak’ di halaman selanjutnya…

Dia berdalih, pesimisme yang sama kembali terulang dan diperlihatkan kuasa hukum pihak terkait dalam menjawab dalil-dalil H2D di Mahkamah Konstitusi.

"Bukannya membantah esensi politisasi bansos Covid-19, tandon cuci tangan Covid-19, dan penggunaan tagline kampanye dalam setiap program dinas, paslon 1 justru fokus meminta MK tidak memeriksa dalil-dalil tersebut dengan alasan 'bukan kewenangan Mahkamah'. Kuasa hukum paslon 1 seakan sadar, jika MK memeriksa dalil tersebut, maka ancaman diskualifikasi sangat nyata di depan mata," bebernya.

"Ketakutan menghadapi persidangan di MK juga terlihat dari gimmick kuasa hukum paslon 1. Alih-alih fokus terhadap substansi perkara, komentar yang tertangkap di media justru cenderung bersifat argumentum ad hominem, yakni menyerang pribadi Denny Indrayana. Ikhtiar mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi dinyatakan sebagai upaya Denny Indrayana mencari-cari kesalahan, ambisi berkuasa, tidak terima kekalahan, mengadu domba MK dan Bawaslu, hingga pengulangan "kaset rusak" yang membuat risih pendengar," sambungnya lagi.

Dia menilai, komentar tersebut tidak tepat dan cenderung berupaya untuk mengaburkan substansi perkara. Menurutnya, ini bukan upaya mencari-cari kesalahan, namun ikhtiar untuk menegakkan kepastian hukum yang dijamin dalam Konstitusi.

"Pelanggaran Pasal 71 ayat (3) sangat jelas terjadi, Bawaslu Kalsel dan Bawaslu RI yang berwenang melakukan penegakkan hukum, tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dikhawatirkan di bawah tekanan sehingga putusannya tidak logis. Bagaimana mungkin hasil analisa menyatakan seluruh unsur pelanggaran terpenuhi, namun rekomendasinya justru menghentikan laporan. Inilah yang sedang terus kami perjuangkan."

"Tidak ada yang risih melihat perjuangan kami, selain mereka yang takut kekuasannya terancam. Komentar-komentar ad hominem ini mengingatkan kami akan sebuah kalimat, 'Di tengah sunyi sarang penyamun, suara kebenaran memang layaknya letusan pistol yang mengganggu'," tandasnya.

Persiapan Tim BirinMu di halaman selanjutnya…

Sebelumnya, Juru Bicara Tim Kuasa Hukum Paman BirinMu, Andi Syafrani angkat bicara soal kelanjutan sengketa Pilgub Kalsel di MK.

"Biasanya kalau tak tercantum dalam jadwal sidang di situs resmi Mahkamah Konstitusi, maka perkara ini berkemungkinan lanjut ke sidang pembuktian," ucap Andi Syafrani kepada bakabar.com, Senin (15/2) siang.

Bukan tanpa alasan, kata dia, perkara ini dinilai telah memenuhi Pasal 158 UU Pilkada.

Pasal ini membatasi gugatan sengketa hasil pemilihan kepala daerah hanya bisa diajukan kalau selisih suara penggugat dengan pemenang Pilkada maksimum 2 persen.

"Sedangkan selisih suara kan di bawah 2 persen," kata eks kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf tersebut.

Kendati demikian, dia tak gentar. Bahkan pihaknya sudah menyiapkan sejumlah saksi dalam sidang pembuktian tersebut.

Termasuk 951 alat bukti sebagaimana tercantum dalam eksepsi pada sidang sebelumnya.

"Untuk saksi sudah kita siapkan. Tinggal kita tunggu berapa jumlah saksi yang diminta MK. Baik dari pemohon, termohon maupun pihak terkait," tutupnya.



Komentar
Banner
Banner