Sementara itu, Juru Bicara Kuasa Hukum H2D, Muhamad Raziv Barokah menambahkan, berlanjutnya sengketa Pilgub Kalsel tersebut membuktikan dalil-dalil yang disajikan dalam permohonan sangat kuat dan layak diperiksa Mahkamah Konstitusi.
"Sebaliknya tidak adanya putusan sela membuktikan eksepsi yang diajukan oleh KPU, Bawaslu, dan serta pihak terkait tidak memiliki bobot argumentasi yang baik," tambahnya.
Pada sidang jawaban permohonan, kata dia, dalil-dalil yang dikemukakan termohon, Bawaslu, dan pihak terkait sudah bisa diprediksi tidak akan menjawab penekanan dugaan kecurangan yang terjadi di Pilgub Kalsel.
"Naskah jawaban seharusnya bersifat bantahan atas dalil permohonan, namun yang disajikan mereka justru seakan lari dari dalil kecurangan yang dituduhkan," tegasnya.
Dalil permohonan sangat jelas, sambung dia, yakni adanya dugaan pelanggaran administrasi yang diatur dalam Pasal 71 ayat (3) UU Pilkada.
Dalam belied tersebut, petahana dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan dirinya dalam rentang waktu 6 (enam) bulan sebelum ditetapkan sebagai pasangan calon.
Yakni sejak 23 Maret 2020 sampai penetapan calon terpilih.
"Faktanya petahana justru membagikan ratusan ribu paket sembako Covid-19 dan tandon cuci tangan Covid-19 dengan ditempeli foto, nama, dan jargon kampanye dirinya. Begitu juga dengan penggunaan tagline kampanye Bergerak yang juga digunakan dalam berbagai program dan fasilitas dinas," cetusnya.
"Selain melanggar Pasal 71 ayat (3), tindakan ini membuktikan rasa pesimistis yang begitu tinggi dari petahana dalam mengarungi Pilgub Kalsel," jelasnya.
Soroti soal komentar “Kaset Rusak’ di halaman selanjutnya…