bakabar.com, CIANJUR - Rencana proyek geothermal di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di Kabupaten Cianjur, sudah sejak lama menjadi perbincangan hangat di antara warga desa. Diskusi tersebut berujung pada sikap penolakan.
Setidaknya ada tiga desa yang mengaku menolak proyek tersebut, yakni Desa Cipendawa, Desa Sukatani Kecamatan pacet, dan Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas.
Aksi penolakan proyek geothermal akhir-akhir ini semakin kencang disuarakan, khususnya bagi warga Kampung Gunung Putri, Desa Sukatani yang lokasinya berdekatan dengan proyek tersebut.
Ketua Pegiat Lingkungan Surya Kadaka Indonesia Kabupaten Cianjur Sabang Sirait mengungkapkan warga berkomitmen menolak proyek geothermal tersebut sampai kapan pun.
Baca Juga: Proyek Geothermal Gunung Gede, Balai TNGGP: Lokasi Sesuai Aturan
Sikap penolakan warga ternyata bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah daerah, dalam hal ini Pemkab Cianjur. Pemkab telah bersepakat dengan pihak perusahaan untuk menjalankan proyek tersebut.
Hal itu dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan Bupati Cianjur bernomor 620/KEP.219 -SETDA/2023 tentang pembentukan tim pendamping pembebasan lahan, pelebaran, perbaikan dan perkerasan jalan akses kegiatan ekplorasi panas bumi jalan Ciguntur, Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.
Menurut Sabang, hal itu menjelaskan sikap tidak transparannya pemkab di proyek tersebut kepada warga. Pasalnya, selama ini, pemkab cenderung tertutup saat ditanyakan soal proyek geothermal.
"Ini terbukti dengan didapatnya surat keputusan bupati yang telah membentuk tim pendamping untuk kegiatan pelaksanaan proyek geothermal di kawasan TNGGP," ujar Sabang kepada bakabar.com, Selasa (22/08).
Baca Juga: Terancam Kehilangan Sumber Air, Warga Tolak Proyek Geothermal Gunung Gede
Sabang meyakini, dibentuknya tim pendamping di proyek tersebut membuktikan jika proyek geothermal bukan lagi pada tahap kajian, seperti yang selama ini disampaikan kepada warga.
"Tetapi sudah mulai pelaksanaan kegiatan," terangnya.
Karena itu, Sabang menilai, pemerintah, baik pusat dan daerah telah berbohong dan tidak transparan kepada rakyatnya.
"Katanya masih proses kajian tapi ternyata sudah mulai pelaksanaan. Buktinya ada SK bupati yang jelas tertulis telah membentuk tim pendamping untuk pelaksanaan kegiatan," ujar Sabang.
Baca Juga: Ada Plang, Proyek Geothermal Gunung Gede Disinyalir Mulai Digarap
Sikap tidak transparan pemerintah itu justru berbanding terbalik dengan langkah perusahaan yang terang-terangan melakukan sosialisasi sepihak kepada masyarakat. Sosialisasi itu kerap dipelintir sebagai keputusan bersama warga terkait proyek tersebut.
"Sosialisasi yang mereka lakukan hanya kepada segelintir orang, dan tidak menyeluruh. Masak hal tersebut dianggap kalau semua masyarakat telah setuju," jelas Sabang.
Oleh karena itu, menurut Sabang, masyarakat yang menolak proyek geothermal di wilayah TNGGP menantang pemerintah, baik pusat dan daerah termasuk pihak pelaksana proyek untuk menjelaskan kembali urgensi proyek tersebut. Termasuk menunjukkan semua dokumen yang telah dimiliki terkait proyek tersebut.
"Jangan seperti selama ini, semuanya saling lempar dan tidak mempunyai kewenangan jika ditanyakan," katanya.
Baca Juga: Geruduk Kedubes Jerman, Warga Flores Tolak Geothermal Poco Leok
Selain itu, Sabang meminta pihak perusahan yang menjalankan proyek geothermal bisa dihadirkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka harus menjelaskan terkait langkah proyek tersebut, sehingga semua pihak mendapatkan pemahaman yang sama.
"Negara kita kan demokrasi musyawarah mufakat, azasnya. Hayuk duduk bareng bermusyawarah sama masyarakat, tokoh masyarakat, penggiat lingkungan dan akademisi tentang geothermal energi terbarukan, berikan sosialisasi yang jelas," pungkasnya.