bakabar.com, JAKARTA - Pimpinan Ponpes Al-Zaytum, Panji Gumilang jadi tersangka penistaan agama. Direktur Paramadina Center For Religion and Philosophy (PCRP), Budhy Munawar Rachman, menyoroti fakta itu.
Baginya penistaan agama dapat diuji dengan berbagai kriteria. Salah satunya apakah ada unsur doktrin atau ajakan.
"Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum menafsirkan soal agama," katanya di Jakarta, Sabru (5/8).
Baca Juga: Bareskrim Ngaku Tak Terima Surat Penangguhan Penahanan Panji Gumilang
Dalam perkara Panji Gumilang, penerapan UU Penodaan Agama sangat beragam. Ia lantas menjelaskan tipologi kasus yang disebut menodai agama.
Pertama, urusan tafsir. Di mana ada tafsir yang tak biasa atau berbeda dari umumnya yang diyakini masyarakat.
Kedua, menyatakan sesuatu yang dianggap menghina. Ketiga melakukan kritik terhadap pemahaman ajaran orang lain.
"Keempat melakukan autokritik terhadap ajaran yang dianutnya. Baik tulisan di media, diskusi maupun ceramah," kutipnya dari UU Penodaan Agama.
Baca Juga: Panji Gumilang Tersangka Penista Agama: Fatwa MUI Harus Di-Review
Yang kelima melakukan autokritik terhadap pemahaman ajaran agama yang seagama dengan dirinya dan dan seterusnya.
"Seperti provokasi kebencian. Ajaran keagamaan baru. Aliran kepercayaan atau agama adat yang memiliki ritual mirip dengan suatu agama. Pernyataan yang dianggap menghina ulama. Mempersoalkan ritual, simbol, dan atau identitas suatu agama," tuturnya.
Lantas, bagaimana dengan Panji Gumilang? jawabnya; tergantung pembuktian.
"Ini memang kerap terjadi perbedaan. Apakah itu penodaan agama atau bukan. Artinya, proses peradilan penodaan agama hanya bisa terjadi dengan ahli," pungkas Budhy.