Eksploitasi SDA

Pembentukan DOB Papua Tak Berikan Dampak Positif Bagi Orang Asli Papua

DOB malah memberikan ruang untuk eksploitasi atas sumber daya alam di Papua yang berimbas rusaknya lingkungan di Tanah Papua.

Featured-Image
Sejumlah masyarakat suku Adat Awyu tiba di Kantor Komnas HAM pukul 14.20, Selasa (9/5). apahabar.com/Andrey

bakabar.com, JAKARTA - Di tengah sumber daya alam yang melimpah, Papua hingga saat ini masih berjuang untuk keluar dari jerat kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan agar provinsi tersebut bergerak maju, salah satunya melalui pemekaran wilayah atau Daerah Otonom Baru (DOB) yang dilakukan pemerintah pusat.

Tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua diresmikan Mendagri Muhammad Tito Karnavian di tahun 2022. Tiga provinsi tersebut adalah Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan.

Melalui pemekaran, pemerintah pusat berharap daerah mampu mempercepat pembangunan di Tanah Papua. Namun belakangan, kebijakan tersebut berujung pada skeptisisme karena dianggap tidak efektif dalam mengusung perubahan, bahkan dianggap tidak mampu melepaskan diri dari jerat kemiskinan.

Akademisi Universitas Papua (Unipa) Agus Irianto Sumule menilai, pembentukan DOB dilakukan melalui perencanaan dan pengamanan yang lemah, tidak transparan dalam rencana zonasi yang jelas, serta mengabaikan kontribusi dan kepentingan masyarakat adat Papua. 

Baca Juga: Polisi Tangkap Pembunuh Anak Pj Gubernur Papua Pegunungan!

"Mendagri pernah mengatakan bahwa dengan DOB peningkatan ekonomi masyarakat lebih cepat dicapai, dan katanya keutuhan NKRI akan semakin kokoh. Saya sangsi soal itu, itu haris diuji dulu," ujar Agus Irianto saat Diskusi dan Nobar Film Dokumenter Amber di Jakarta, Senin, (22/5).

Agus menilai, pembentukan DOB malah mempertajam kesenjangan di Tanah Papua, baik dari segi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), infrastruktur, layanan pendidikan, layanan kesehatan, dan lainnya.

Pembentukan DOB dinilai tidak masuk akal, lantaran dari seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Tanah Papua, tak ada satupun daerah yang memiliki IPM rata-rata nasional 72,6. Bahkan daerah di pegunungan memiliki IPM yang sangat rendah, yakni di bawah angka 60. Daerah yang paling mendekati angka rata-rata hanyalah Kabupaten Merauke dengan IPM 70,9.

"Namun perlu diingat, IPM 70,9 di Merauke, tetapi OAP (Orang Asli Papua) disana hanya 37.21%. Orang asli Papuanya sudah sangat minoritas, intinya tidak memberikan dampak signifikan terhadap OAP," ujarnya.

Baca Juga: KemenkopUKM Sinkronisasi Pengembangan KUMKM dan Kewirausahaan di Papua Barat

Jika dilihat dari angka kemiskinan, seluruh daerah di Papua berada di atas angka rata-rata nasional yakni 9,54%.

"Sebagian besar daerah papua angka kemiskinananya di atas rata-rata nasional. Sekali lagi hanya Merauke yang angka kemiskinannya 10,16%, yang paling mendekati angka kemiskinan rata-rata wilayah se-Indonesia," ujarnya.

"Dari data itu kita liat, sangat meragukan sekali, jika DOB memberikan dampak peningkatan ekonomi masyarakat Asli Papua," sambungnya.

Karena itu, Agus menyimpulkan, DOB malah memberikan ruang untuk eksploitasi atas sumber daya alam di Papua yang berimbas pada rusaknya lingkungan di Tanah Papua. Kerusakan lingkungan menciptakan ketidakberdayaan bagi masyarakat adat.

Baca Juga: Komnas HAM Klaim Dukung Upaya Lindungi Hutan Adat Suku Awyu Papua

Kerusakan juga diakibatkan oleh pembangunan yang berorientasi pada kapitalisme, yang didorong oleh perusahan dan pemerintah sendiri. Padahal seharusnya, masyarakat menjadi pihak yang harus diperhatikan keberadaannya, sehingga jangan sampai mereka tergusur dari tanahnya sendiri.

"Yang terjadi adalah eksploitasi itu tidak memberikan manfaat kepada orang-orang asli sehingga akhirnya begitu tinggi kesenjangan di Papua dan memunculkan marginalisme masyarakat asi Papua," pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner