bakabar.com, MARTAPURA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Prof Dr HM Hadin Muhjad SH MHum menyoroti isu korupsi di DPRD Kabupaten Banjar.
Isu tersebut awalnya dilontarkan Ketua DPRD Banjar, HM Rofiqi. Ia menduga para anggotanya di legislatif melakukan korupsi perjalanan dinas (Perjadin) hingga berencana melaporkan ke KPK. Sebab, surat perintah tugas (SPT) perjalanan dinas tidak ditandatangani dirinya sebagai ketua, melainkan wakil ketua.
Prof Hadin Muhjad mengatakan, untuk menyatakan seseorang melakukan dugaan tindak pidana korupsi setidaknya harus ada tiga unsur yang terpenuhi.
Pertama melawan hukum, kedua menimbulkan kerugian negara, dan ketiga untuk memperkaya diri.
"Pertama apakah perjadin itu melawan hukum atau tidak, seperti misalnya perjalanan fiktif, duitnya keluar kegiatannya tidak ada atau kegiatannya ada tapi yang berangkat orang lain," ujar Prof Hadin kepada bakabar.com, Sabtu (23/12).
Termasuk, apakah perjadin tersebut sudah ditetapkan dalam keputusan rapat badan musyawarah (Banmus) atau tidak. Sebab kata Prof Hadin, kegiatan dewan dasarnya pada hasil Banmus, sesuai pada Tatib DPRD Banjar.
"Artinya, hasil Banmus lah yang menetapkan kegiatan. Adapun tandatangan ketua pada SPT itu sebagai administrasi keuangan untuk melengkapi dokumen saja, bukan untuk menentukan kegiatan," papar Prof Hadin yang juga Ketua STIH Sultan Adam Banjarmasin ini.
Guru Besar di Fakultas Hukum ULM ini menilai, tidak masalah jika tanda tangan SPT itu dibubuhi oleh wakil saat ketua berhalangan, itu sesuai Perbup Banjar Nomor 44 tahun 2023.
"Pada dasarnya, ketika rapat Banmus menetapkan kegiatan perjadin misalnya, maka ketua wajib menandatangani SPT, jika menolak itu masuk pelanggaran kode etik, kecuali dia punya alasan yang sangat kuat," kata Prof Hadin.
Akademisi kelahiran Nagara HSS 18 April 1960 ini menilai, alangkah baiknya jika Ketua DPRD Banjar membahas hal subtansif dari perjalanan dinas itu sendiri.
Prof Hadin memperjelas, apa yang dihasilkan dari kegiatan perjadin harus dipertanggungjawabkan, yaitu harus punya kebermanfaatan untuk daerah dan rakyat.
"Perjadin ini kan menggunakan anggaran APBD, dari duit rakyat juga, maka jangan sampai kegiatan ini tidak ada hasilnya untuk kemajuan daerah dan rakyat. Apa hasilnya sepulang dari luar daerah, itu yang harus disoroti, karena itu bagian dari pertanggungjawaban perjadin," tegas Prof Hadin.
"Jangan sampai misalnya ada dewan keluar daerah menggunakan duit negara tapi untuk urusan partai, kan ini keliru dan merugikan negara," tandas doktor ilmu hukum lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini.
Sebelumnya, Ketua DPRD Banjar HM Rofiqi menyoal SPT perjadin ditandatangani wakil ketua. Ia menilai, tindakan itu menyalahi aturan dan mengarah pada tindak pidana korupsi.
"Seharusnya yang tanda tangan SPT itu kan saya, bukan wakil," ujar Rofiqi kepada wartawan pada Rabu (20/12).
Aturan SPT ditandatangani wakil ketua itu tertuang di Pasal 19 ayat 1 Perbup Banjar Nomor 44 tahun 2023 tentang pedoman pelaksanaan perjalanan dinas.
Rofiqi menilai, Perbup tersebut bertentangan dengan surat edararan (SE) Kemendagri nomor 900.1.15.2/15920/Keu tentang penjelasan pelaksanaan dan pertanggung jawaban perjalanan dinas pemerintah daerah, di mana pada poin B nomor 1 menyebut SPT anggota dan pimpinan DPRD ditandatangani ketua DPRD.
"Sekarang, ketika saya tidak ada di kantor karena suatu alasan maka SPT ini menjadi liar. Siapa saja (wakil ketua) bisa menandatangani dan mengeluarkan duitnya. Mestinya harus ada pendelegasian dulu jika saya tidak berada di tempat," kata politisi Gerindra ini.
Gara - gara tandatangan itu, Rofiqi menilai perjalanan dinas tersebut telah merugikan negara. Ia pun berencana melaporkan ke BPKP Kalsel hingga KPK RI.
"Ini duit negara, loh. Kalau perlu saya sendiri yang akan melaporkan hal ini ke penegak hukum atau langsung ke KPK," pungkasnya.