News

Menteri Sosial Buka-Bukaan Soal Datu Kalampayan Urung Bergelar Pahlawan

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau Datu Kalampayan dinyatakan tidak lolos sebagai salah satu tokoh pahlawan nasional yang ditetapkan pemerintah.

Featured-Image
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau Datu Kalampayan Foto: Dokumen

Tentang Datu Kalampayan

Nama Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari bukan nama asing bagi masyarakat Kalimantan Selatan. Ulama yang populer dengan sebutan Datu Kalampayan ini dikenal memiliki kontribusi di bidang pendidikan.

Sejumlah tokoh memberikan gelar kepada Datu Kalampayan. Wan Mohd Shagir Wan Abdullah menjulukinya Al Banjari Matahari Islam Nusantara. Tak hanya itu, Menteri Agama periode 1962-1967, KH Saifuddin Zuhri, juga menjulukinya Al Banjari Mercusuar Islam Kalimantan.

Bahkan Mantan Ketua Umum PBNU dan Presiden keempat RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, menjulukinya sebagai tokoh Pribumisasi Islam Banjar.

Secara keilmuan sempat menimba ilmu di Mekkah selama 30 tahun. Dilanjutkan Madinah 5 tahun dan sempat mengunjungi Mesir. Selama di Mekkah, Datu Kalampayan sempat mengajar dan memberikan fatwa di Masjidil Haram.

Dalam perjalanan pulang ke tanah air, Datu Kelampayan sempat singgah di Jakarta. Ia melakukan pembetulan arah kiblat beberapa masjid. Satu di antaranya Masjid Jembatan Lima.

Datu Kalampayan juga dikenal pertama kali membuka pusat pendidikan Islam atau mirip seperti pesantren seperti masa sekarang.

Ia juga mendidik sejumlah ulama besar yang membuat namanya semakin dikenal ke seluruh penjuru Kalimantan. Bahkan, hingga terdengar sampai di Riau, Malaysia, dan Fatani.

Karyanya yang paling termahsyur, Kitab Sabilal Muhtadin Lit-Tafaqquh Fi Amriedien membuat namanya semakin dikenal tidak hanya di Indonesia, melainkan hingga negara-negara tetangga. Sejumlah negara seperti Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunai Darussalam, Kamboja, Vietnam dan Laos mengakui karya tersebut karena memiliki rumpun bahasa yang sama yakni Melayu.

Dalam bidang pengadilan, Datu Kalampayan juga melakukan perbaikan di era Kesultanan dengan membentuk Mahkamah Syariah. Ide tersebut rupanya disetujui Sultan Banjar, dengan memberikan jabatan sebagai Mufti atau Ketua Hakim Tertinggi dengan tugas mengawasi jalannya pengadilan umum.

Selama menjadi Mufti, Datu Kalampayan juga didampingi seorang Qadi yang bertugas sebagai pelaksana jalannya pengadilan. Ini dilakukan agar hukum Islam berlaku dengan wajar.

HALAMAN
123
Editor


Komentar
Banner
Banner