bakabar.com, JAKARTA – Pernahkah Anda overthinking dalam hidup? Semisal, ketika hari pertama kerja, benak Anda kalut karena memikirkan hal-hal sepele: takut datang terlambat, khawatir tak bisa beradaptasi, atau merisaukan salah 'kostum'.
Kondisi tersebut merupakan salah satu distorsi kognitif yang disebut catastrophizing alias catastrophic thinking. Seseorang yang mengidap kebiasaan ini cenderung berpikir negatif secara berlebihan, abstrak, dan tidak rasional.
Bagi segelintir orang, memprediksi skenario terburuk dalam sebuah situasi dapat membantu mereka membuat rencana alternatif. Namun, jika catastrophizing terjadi terus menerus, bisa menyebabkan gangguan psikologis tertentu, seperti depresi.
Baca Juga: Banyak Kontroversi, Apple Music Hapus Karya Rapper Kanye West
Memiliki Kepercayaan Diri Rendah
Hingga kini, penyebab catastrophizing sebenarnya belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi tersebut sering dijumpai pada orang-orang dengan kepercayaan diri yang rendah.
Kepercayaan diri rendah membuat seseorang merasa tidak mampu menangani masalah dan merasa dirinya tidak berdaya, sehingga mereka melakukan catastrophizing sebagai 'coping mechanism'. Jelas, tujuannya untuk melindungi diri dari kemungkinan terburuk.
Umumnya, orang dengan kepercayaan diri rendah memiliki masa lalu yang traumatis. Semisal, tumbuh dengan didikan orang tua yang perfeksionis dan suka cemas berlebihan, atau pernah ditinggalkan oleh orang yang dikasihi.
Selain itu, Association of Catastrophizing and Fatigue: A Systematic Review menyebut bahwa catastrophizing pun sering dialami oleh orang-orang yang merasa kelelahan.
Menurut jurnal itu, ada keterkaitan antara kelelahan dan catastrophizing, di mana pikiran menjadi prediktor betapa lelahnya perasaan seseorang.
Baca Juga: 10 Jurusan Kuliah yang Sepi Peminat dengan Peluang Kerja Menjanjikan
Pertanda Masalah Kesehatan Mental
Sejalan dengan penelitian tersebut, catastrophizing dinyatakan dapat menjadi pertanda bahwa kesehatan mental seseorang sedang tidak baik-baik saja. Dalam banyak kasus, kondisi ini bisa berujung gangguan kecemasan dan depresi.
Beberapa gejala yang menunjukkan seseorang mengidap catastrophizing, di antaranya merasa pesimis terhadap banyak hal, dan merasa terperangkap dalam pikiran-pikiran di kepala.
Selain itu, pengidap catastrophizing juga seringkali berbicara kepada diri sendiri dengan nada negatif, serta overthinking terhadap situasi yang dijalani.
Cara Mengatasi Catastrophizing
Untuk menghindari gangguan kesehatan mental akibat catastrophizing, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Salah satunya, menerapkan prinsip mindfulness dalam hidup dengan berfokus pada pemecahan masalah.
Ketimbang berandai-andai soal skenario terburuk, lebih baik rencanakan solusi yang sekiranya bisa mengatasi kemungkinan negatif itu. Dengan berorientasi pada solusi, pikiran pun menjadi lebih tenang dan jernih.
Baca Juga: Cara Memilih Sepatu Olahraga agar Terhindar dari Cedera
Namun, bila catastrophizing dirasa sudah terlalu parah, jangan segan-segan menghubungi dokter terkait. Nantinya, Anda diminta untuk melakukan terapi perilaku kognitif, di mana mengubah ketakutan dan pola pikir negatif terhadap situasi tertentu menjadi rasional.
Menurut jurnal Effects of Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) on brain connectivity supporting catastrophizing in fibromyalgia, terapi perilaku kognitif membantu mengatasi catastrophizing pada penderita fibromyalgia. Selain itu, juga membantu mengelola rasa sakit mereka dengan lebih baik.
Dokter juga bisa saja meresepkan Anda obat-obatan antidepresan, manakala catastrophizing yang dialami sudah menyangkut kondisi lain seperti depresi.