News

Menelusuri Jejak Dugaan Penggelapan Pajak Tanah Rp238 Miliar di Jember

Kasus penggelapan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) di Jember menguak ke permukaan. Dana pajak warga ditilap oknum perpajakan daerah.

Featured-Image
Kepala Bapenda Jember, Hadi Sasmito/Apahabar.com Ulil

bakabar.com, JEMBER - Kabupaten Jember diramaikan dengan dugaan penggelapan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) karena masih menggunakan sistem pembayaran pajak manual lewat perangkat desa.

Korupsi anggaran sebesar Rp238 miliar itu menguak karena adanya dugaan banyak pajak yang sudah dibayar warga secara tunai, namun tak terbayarkan ke kas daerah.

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Jember bahkan menyebut ada Rp238 miliar pajak bumi dan bangunan (PBB) berstatus terhutang atau belum dibayar oleh masyarakat sebagai wajib pajak.

Baca Juga: Puluhan Warga Jember Geruduk DPRD, Desak Usut Tuntas Dugaan Penggelapan Pajak Tanah

Pajak terhutang tersebut terungkap setelah Bapenda mengeluarkan data 1,1 juta Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) di 248 desa dan kelurahan yang harus diserahkan kepada masyarakat.

Sebagian warga di Desa Wringinagung dan Desa Klatakan Jember kemudian protes setelah menerima laporan SPPT yang menyatakan mereka masih terhutang, meski sudah merasa membayar.

Kepala Bapenda Jember, Hadi Sasmito kepada Apahabar mengatakan, tunggakan pajak tersebut merupakan akumulasi data selama satu dasawarsa antara 10-15 tahun yang lalu hingga tahun 2022.

"Rp238 miliar itu 10-15 tahun lalu, jadi total. Ada langkah keterbukaan publik di semua sektor. Kita masukkan menjadi terhutang," katanya kepada bakabar.com, Sabtu (28/1).

Baca Juga: Reformasi Perpajakan untuk Perbaikan Sistem Administrasi di Indonesia

Namun pihaknya mendapat laporan bahwa masih banyak SPPT yang belum disampaikan pihak desa ke masyarakat.

"Saya mendapat laporan banyak yang belum tersalurkan," ujarnya.

Saat ini pihaknya baru mendapat keluhan dari masyarakat Desa Wringinagung dan Desa Klatakan yang sudah merasa bayar pajak namun mendapat informasi pajak terhutang lewat SPPT.

Hadi menjelaskan salah satu problem pembayaran pajak secara tunai lewat perangkat desa memang memiliki celah untuk digelapkan. Dan bisa jadi, ada kesalahan penginputan dana yang tidak sesuai dengan data pembayar pajak.

"Ada kecenderungan jika ada oknum, bukan berarti kalau dititipkan pasti ada kecurangan, kan tidak, harus dibuktikan juga," tuturnya.

Baca Juga: Menkeu: Pungutan Pajak dari Pasar Kripto Capai Ratusan Miliar

Hadi menyebut setidaknya ada dua metode pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sesuai regulasi.

Pertama dibayar tunai, dibantu perangkat desa serta pembayaran mandiri secara non tunai melalui aplikasi J Mbako (Jember Mbayar Pajak Online).

Pembayaran pajak secara tunai (gelondong) memang rawan terjadi penggelapan pajak. Sementara pembayaran pajak non tunai atau online membutuhkan proses yang panjang untuk penyesuaian.

Baca Juga: Dampak Kenaikan Belanja Perpajakan 2021, Kemenkeu: Jaga Pertumbuhan Ekonomi

Problem pembayaran pajak secara online tidak hanya dirasakan di Jember tapi juga di kota kota besar. Kendati demikian, pihaknya baru kali ini mendapat laporan dari masyarakat yang protes, merasa sudah bayar pajak tapi masih terhutang.

"Problem secara online mandiri tidak hanya Jember, di daerah lain dan kota besar juga sama. Tidak semua adaptif melalui aplikasi," ujarnya.

"Maka sesuai undang-undang dan Perda kita diatur ada alternatif membayar pajak melalui petugas (secara tunai)," tambahnya.

Sebelumnya, puluhan warga Desa Wringinagung dan Desa Klatakan melakukan aksi demonstrasi ke Gedung DPRD Jember, Jumat (27/1)

Baca Juga: Bayar Pajak Kendaraan Kini Makin Mudah Berkat Aplikasi Signal

Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum Bolosaif, Kustiono Musri yang mendampingi warga Wringinagung mengatakan,pada akhir tahun 2022 pihaknya telah membuka pengaduan terkait pajak terhutang yang dialami warga.

Hasilnya terdapat 100 objek pajak dengan nilai Rp17 juta tidak terbayarkan ke Bapenda. Padahal warga sudah membayar pajak tanah.

"Itu hanya dari warga yang berani melapor," katanya.

Baca Juga: Reformasi Perpajakan untuk Perbaikan Sistem Administrasi di Indonesia

Sementara itu, Warga Desa Wringinagung, Mohammad Ardi Wijaya mengaku sudau rutin membayar pajak. Namun pada tahun 2022 dia mendapat pemberitahuan belum bayar pajak.

"Saya sudah tertib pajak, tapi saya kaget tiba tiba dapat laporan SPPT pajak saya terhutang," ujarnya.

Persoalan serupa juga terus di Desa Klatakan. Kuasa Hukum warga Klatakan, Budi Hariyanto menyebut terdapat Rp550 juta pajak terhutang yang diterima masyarakat, padahal warga sudah tertib membayar pajak.

"Kalau yang Desa Klatakan, kami sudah melaporkan kasus ini ke Polres Jember. Masih menunggu tindak lanjut," tukasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner