"Bayangkan betapa luar biasanya kekayaan sang taipan. Dia hanya sendirian mengalahkan Kaltim yang berpenduduk 3,8 juta jiwa," imbuhnya.
Makin gendutnya kekayaan sang Datuk, tentu tidak terlepas dari hasil penjualan batu bara dari Kaltim. Batu bara Datuk sebagian besar digali dari lokasi tambang di Tabang, Kukar. Ada juga dari Kalsel. Lalu dijual atau diekspor ke mancanegara terutama China, Korea, India, Malaysia, dan Filipina.
Sepanjang tahun 2021, perusahaan ini mampu menjual 40 juta ton batu bara atau naik 11,11 persen dari penjualan tahun 2020, yang tercatat 36 juta ton.
Di negeri “Mutiara dari Laut Orien” atau “Lumbung Padi ASEAN” alias Filipina, Datuk bukan hanya dikenal sebagai pemain besar batu bara.
"Dia semakin komplit dengan gelar kehormatan doktor honoris causa (Dr Hc) dari Universitas Notre of Dadiangas, 17 Maret 2012, selain memiliki diploma di bidang Teknik Sipil (Civil Engineering) dari Japan Institute," jelasnya.
Keuntungan yang diraup Bayan Group, tidak saja karena volume penjualan yang meningkat, tetapi juga karena harganya yang belakangan melonjak luar biasa.
Itu dampak dari perang Ukraina – Rusia, yang menyebabkan distribusi gas Rusia ke berbagai negara tersendat.
"Mau tak mau berbagai negara memburu batu bara sebagai alternatif. Hukum ekonomi tentu berlaku. Kalau demand meningkat, tentu harga juga akan melonjak. Apalagi kalau barangnya terbatas," kata Rizal.
Bayan sendiri tahun ini menargetkan produksi antara 37 sampai 39 juta metrik ton (MT). Lebih tinggi dari angka 2021, yang tercatat 37,6 juta MT.
Kualitas batu baranya sangat bagus 4.250 kcal/kg, yang disebut-sebut memiliki kadar belerang dan kadar abu sangat rendah termasuk biaya produksinya.
Tulisan ini sebenarnya tak bermaksud merinci lebih dalam kekayaan Datuk, konglomerat yang sudah berusia 74 tahun itu. Tapi saya ingin menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kaltim dari tahun ke tahun, hampir sama dengan naiknya kekayaan Datuk. Soalnya batu bara memang menjadi salah satu andalan ekspor terbesar dari provinsi ini.