Inovasi Berbasis Alam

LTKL Hadirkan Cetak Biru Transformasi Yurisdiksi Berkelanjutan

Wakil Bupati Siak sekaligus Wakil Ketua Umum LTKL Husni Merza menegaskan LTKL bersiap untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang fokus pada perlindungan.

Featured-Image
(Dari kiri)_ Leony Aurora, Landscape and Partnership Lead, Representing Landscape and Partnership Lead Tropical Forest Alliance (TFA) & CDP, Ristika Putri Istanti, Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari. Foto: ist untuk apahabar.com

bakabar.com, Jakarta – Wakil Bupati Siak sekaligus Wakil Ketua Umum LTKL Husni Merza menegaskan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) bersiap untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang fokus pada perlindungan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mencapai itu, sembilan kabupaten anggota LTKL dari 6 provinsi memposisikan diri sebagai jembatan transisi pembangunan berkelanjutan melalui inovasi berbasis alam bagi komoditas strategis.

Selain itu, pengembangan portfolio hijau dan pelibatan sektor swasta termasuk pelaku investasi dan pembiayaan dampak iklim serta pelaku rantai pasok komoditas dilibatkan dalam memicu transformasi yurisdiksi berkelanjutan.

“Seluruh ekosistem di LTKL telah menciptakan cetak biru transformasi yurisdiksi berkelanjutan untuk menyambut pasar global. Hal ini terkait komitmen 9 kabupaten untuk melindungi setidaknya 50% hutan, gambut dan ekosistem penting dengan mensejahterakan 1 juta petani kecil dan masyarakat lokal di wilayah kami,” kata Husni dalam diskusi bertajuk ‘Pembelajaran Aksi Kolektif 5 Tahun Inovasi Berbasis Alam di Kabupaten Lestari’, Selasa (21/11).

Baca Juga: Tumbang saat Pandemi, Bappenas Dorong Bali Beralih ke Ekonomi Hijau dan Biru

Husni Merza, Wakil Bupati Siak dan Wakil Ketua Umum LTKL, memberikan sambutan pembuka pada Sesi Pembelajaran Aksi Kolektif 5 Tahun Inovasi Berbasis Alam di Kabupaten Lestari” oleh LTKL. Foto: ist untuk bakabar.com
Husni Merza, Wakil Bupati Siak dan Wakil Ketua Umum LTKL, memberikan sambutan pembuka pada Sesi Pembelajaran Aksi Kolektif 5 Tahun Inovasi Berbasis Alam di Kabupaten Lestari” oleh LTKL. Foto: ist untuk bakabar.com

Terdapat lima pilar esensial di dalam cetak biru tersebut, yaitu perencanaan, kebijakan dan regulasi, tata kelola multi pihak, inovasi dan investasi, dan pengukuran kemajuan, pelaporan dan komunikasi untuk memperluas dukungan.

Model itu, kata Husni, bergerak dari perkebunan monokultur seperti kelapa sawit ke berbagai komoditas berbasis alam seperti kopi, kakao, kelapa, bambu dan produk turunan agroforestri yang berdampak pada terjaganya hutan dan gambut. Produk turunan yang dimaksud meliputi; atsiri nilam, vanila, tengkawang, lada, albumin ikan gabus danau gambut, gambir, dan komoditas asli hutan Indonesia lainnya.

Dari sisi inovasi kemitraan, kabupaten LTKL berhasil terkoneksi dengan berbagai mitra lokal, nasional dan global untuk membantu kesiapan kabupaten dalam mengurangi angka deforestasi, meningkatkan transformasi rantai pasok, ketertelusuran serta penyiapan portofolio investasi industri hilirisasi berbasis alam.

Baca Juga: Kendalikan Inflasi, Bapanas Dorong Pengembangan Hilirisasi Produk Pangan

“Sampai tahun 2023, terdapat 168 mitra multipihak termasuk sektor swasta yang bekerja sama untuk mendorong kesiapan kabupaten LTKL menuju transformasi keberlanjutan,” paparnya.

Dari sisi pengukuran dan monitoring kesiapan, LTKL telah menyusun dan menjalankan monitoring kesiapan melalui Kerangka Daya Saing Daerah (KDSD). KDSD merupakan agregasi dari berbagai kerangka nasional maupun global yang memetakan serangkaian kebijakan, indikator, dan alat bantu untuk mengevaluasi dan meningkatkan daya saing kabupaten suatu wilayah.

Ristika Putri Istanti, Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), memaparkan laporan kesiapan Kabupaten dalam Menyambut Pasar Global. Foto: Ist untuk bakabar.com
Ristika Putri Istanti, Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), memaparkan laporan kesiapan Kabupaten dalam Menyambut Pasar Global. Foto: Ist untuk bakabar.com

Senada, Kepala Sekretariat LTKL Ristika Putri Istanti menjelaskan banyaknya standar dan kerangka pelaporan yang saat ini harus dihadapi oleh Kabupaten untuk menghadapi pasar global. Beberapa di antaranya Landscale, SourceUp, dan RSPOP&C yang mencakup data terkait transformasi rantai pasok berkelanjutan.

“Bersama dengan mitra-mitranya, LTKL telah mengidentifikasi potensi dan kesiapan kabupaten lestari untuk memenuhi kebutuhan pasar global. Saat ini beberapa kabupaten LTKL serius mempersiapkan portofolio investasi dan pengembangan industri hilirisasi di luar model komoditas perkebunan besar,” ujarnya.

Baca Juga: Menagih Komitmen Capres-Cawapres pada Isu Lingkungan dan Demokrasi

Kabupaten LTKL sadar bahwa ada peluang ekonomi besar dengan diversifikasi model bisnis dan memperbesar porsi investasi hijau di kabupaten sehingga pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan memiliki ketahanan lingkungan, ketahanan pangan, dan ketahanan terhadap bencana tanpa melupakan warisan budaya dapat terealisasi.

Inovasi Berbasis Alam
Saat ini, industri kelapa sawit masih berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan menyerap jutaan pekerja. Akan tetapi di sisi lain, potensi ekonomi dari solusi berbasis alam seperti bioekonomi maupun bioprospeksi sangat besar dan relevan dengan keanekaragaman hayati Indonesia.

Karenanya perlu upaya untuk menjembatani antara implementasi produksi kelapa sawit berkelanjutan dan secara bertahap beralih menuju inovasi berbasis alam. Semuanya dalam kerangka kerja kolaboratif untuk mengurangi deforestasi.

Direktur Tropical Forest Alliance untuk Asia Tenggara Rizal Algamar mengungkapkan, pendanaan untuk inovasi berbasis alam adalah salah satu elemen penting dalam memudahkan transisi daerah produsen komoditas menuju pembangunan berkelanjutan.

Baca Juga: Dukung Ekonomi Hijau dengan Gaya Hidup Ramah Lingkungan

“Perusahaan dan investor melihat potensi sinergi antara kelapa sawit berkelanjutan dan inovasi berbasis alam untuk mendorong tercapainya yurisdiksi yang sejahtera dengan alam yang sehat,” ujarnya.

Algamar melanjutkan, kerja sama antara pembuat kebijakan, perusahaan, investor, petani kecil/swadaya dan masyarakat sipil sangat penting untuk mencapai kelapa sawit berkelanjutan yang adil dan inklusif. Upaya bersama itu diperlukan untuk mengatasi krisis iklim dan membalikkan tren penurunan keanekaragaman hayati.

Saat ini, Rencana Aksi Nasional untuk Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) diikuti regulasi kelapa sawit berkelanjutan telah diimplementasikan di tingkat kabupaten, seperti di Kabupaten Sintang dan Aceh Tamiang.

Rencana itu mencakup beberapa komponen kunci, yakni memperkuat data perkebunan kelapa sawit, meningkatkan kapasitas petani, mempromosikan manajemen lingkungan yang berkelanjutan, menyelesaikan konflik lahan, mempercepat proses sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), dan meningkatkan akses pasar.

Baca Juga: Jane Goodall, Dedikasinya pada Simpanse hingga Lingkungan Alam

Dr. Ir. Musdhalifah Machmud M.T, Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa dan Sumber Daya Alam, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Foto: Ist untuk bakabar.com
Dr. Ir. Musdhalifah Machmud M.T, Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa dan Sumber Daya Alam, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Foto: Ist untuk bakabar.com

Musdhalifah Machmud dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI menjelaskan di luar komoditas kelapa sawit, kesiapan rantai nilai komoditas berbasis alam juga perlu disiapkan. Hal itu untuk memastikan bahwa portfolio yang dibangun sesuai dengan arah kebijakan dan perencanaan nasional.

“Dari sisi perencanaan dan kebijakan nasional telah dirumuskan dalam  RPJPN 2024-2045 yaitu pengembangan industri berbasis inovasi dan riset, terutama untuk mendorong ekonomi biru, bioekonomi dan bioprospeksi,” terangnya.

Pemerintah saat ini, kata Musdhalifah, sudah mendetailkan rencana penggunaan pendekatan tersebut, antara lain pengembangan sektor ekonomi baru berbasis inovasi, pengembangan industri hijau bernilai tambah tinggi seperti biokimia pangan, herbal dan nutrisi.

Pemerintah juga terus mendukung segala upaya untuk mewujudkan ekonomi yang berkelanjutan antara lain melalui mempromosikan praktik berkelanjutan dalam industri perkebunan dengan basis multikomoditas, baik kelapa sawit, kakao, kopi maupun karet untuk keseimbangan kepentingan sosial, ekonomi & lingkungan.

Baca Juga: Walhi Ragukan Komitmen Kelestarian Lingkungan Ganjar-Mahfud MD

“Yang secara bersamaan perlu inovasi model ekonomi di luar komoditas perkebunan yang dapat mendukung pelestarian hutan dan berbasis lokal,” terangnya.

Sementara itu, untuk mendukung praktik keberlanjutan pemerintah, LTKL menggunakan strategi tata kelola multipihak di tingkat kabupaten. Strategi kolaborasi pemangku kepentingan itu dilakukan untuk mempercepat capaian target pembangunan regional sesuai dengan kebijakan dan perencanaan yang berkelanjutan.

Pelibatan tindakan kolektif antara pemerintah daerah, perusahaan, LSM, akademisi, kelompok petani, peneliti, donor, dan filantropis, secara terus menerus akan digulirkan.

Editor
Komentar
Banner
Banner