bakabar.com, JAKARTA - Ibu dari para korban salah tangkap kasus Klitih di Gedongkuning yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Yogyakarta mengadu ke Amnesty Intenasional Indonesia (AII), Jakarta, Selasa (7/3).
Ibu dari ketiga korban meminta agar kasus tersebut sampai ke Pengadilan HAM PBB. Mereka menilai kasus tersebut harus mendapatkan perhatian karena kepolisian telah melakukan penyiksaan terhadap lima korban salah tangkap tersebut.
"Kita ingin proses advokasi ini lebih luas, agar harapannya bisa sampai ke internasional dan sejauh ini kita sedang menyusun laporan untuk PBB," ujar Adriani, relawan yang mendampingi ibu korban saat ditemui di Kantor AAI, Jakarta Pusat, Selasa (7/3).
Adriani menyebut, ada 5 orang anak yang menjadi terdakwa kasus klitih tersebut. Uniknya, dalam proses persidangan, pemberkasan kasus dijadikan dua perkara oleh pihak kepolisian.
Baca Juga: Amnesty Internasional: Pengakuan Presiden Tidak Ada Arti Tanpa Pertanggungjawaban Hukum
"Yang disalahkan ada 5 orang tapi kemudian kemudian dalam proses persidangan bahkan pemberkasan itu dibagi dua," ujar Adriani.
Dia menduga, pemberkasan kasus klitik menjadi 2 perkara oleh kepolisian, agar para korban salah tangkap tersebut tidak bisa melakukan advokasi bersama-sama.
Andayani, ibu dari Andi sekaligus perwakilan orangtua korban salah tangkap, mengaku sempat dilarang menjenguk Andi selama hampir 2 minggu. Saat mendapatkan kesempatan bertemu di rutan, anaknya memberikan pengakuan dengan wajah ketakutan.
"Demi Allah, saya tidak melakukannya, Bu," Kata andy, saat dibesuk orangtuanya.
Baca Juga: Pelaku Pelanggaran HAM Berat Paniai Divonis Bebas, Amnesty: Buka Kembali Penyelidikan
Mendengar pengakuan itu, Andayani mengetahui jika Andi mengalami penyiksaan fisik dan mental oleh penyidik saat diintrogasi. Kepada ibunya, Andi mengaku mendapat ancaman dengan senjata api. Padahal, Andi bukanlah pelaku klitih Gedongkuning yang dicari kepolisian.
“Kita berhasil buka pelacakan Google Mapsnya, dia tidak ada dilokasi, tidak ada di TKPnya, jaraknya 8 km dari TKP. Nggak masuk akal dia bisa melakukan klitih," ujar Andayani.
Menanggapi aduan korban, Direktur Eksekutif AII Usman Hamid menegaskan pihaknya akan membantu para korban menyurati badan HAM PBB agar kasus ini mendapatkan perhatian internasional.
"kita akan membantu secara mereka mengalami penangkapan semena-mena, mengalami penahanan semena-mena, bukan hanya penangkapan dan penahanan tetapi mereka ditangkap dan diproses tidak sesuai prosedur hukum," ungkap Usman.
Baca Juga: Amnesty Internasional Desak Pemerintah Usut Kematian Filep Karma
Dia menegaskan, kasus ini termasuk pelanggaran HAM berat, karena dalam proses penangkapan dan penahan dilakukan semena-mena tanpa prosedur hukum. Selain itu adanya penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia atau human treatment.
"Tindakan penyiksaan dengan berbagai bentuk yang disampaikan, ditodong pistol, diinjak kakinya dengan meja dipukul, ditendang sampai dengan diadili dengan bukti-bukti yang menurut para pendamping dan keluarga penuh dengan rekayasa," terangnya.
Usman berharap Komnas HAM dapat melakukan penyelidikan yang bersifat pro justisia. Termasuk memeriksa delik materiil atau tindakan penyiksaan yang diduga kuat terjadi dibalik penangkapan, penahanan dan proses persidangan terhadap anak-anak tersebut.