bakabar.com, JAKARTA - Kombes Yulius Bambang Karyanto menambah panjang daftar perwira polisi yang tersandung kasus narkotika. Sebelumnya Irjen Pol Teddy Minahasa ditangkap atas barang bukti 5 kilo sabu.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto melihat perkara Yulius menjadi bukti bahwa sanksi yang ada belum memberikan efek jera secara signifikan.
"Penyalahgunaan narkoba oleh aparat kepolisian terus terulang dan terulang lagi. Artinya memang harus ada evaluasi di internal terkait pengawasan, sekaligus sanksi pada pelanggar. Bila terus terjadi, asumsi yang muncul bisa berarti sanksi tidak memberi efek jera," ujar Bambang dihubungi bakabar.com, Sabtu malam (7/1).
Berkaca dari kasus Teddy, dan Yulius juga membuktikan bahwa ancaman penyalahgunaan narkotika begitu nyata, tak hanya di lingkaran polisi serse. "Di beberapa satuan memang paparan narkoba itu tak bisa dihindari. Misalnya, satuan reserse narkoba," ujar Bambang.
Sebagai solusi, Bambang menyarankan agar pengawasan melekat terhadap personel berseragam lebih ditingkatkan lagi sebagai bentuk preventif.
"Bagi personel yang melanggar, sesuai komitmen kapolri untuk tak ada toleransi, sanksi etik berat pencopotan dari profesi polisi harus dijatuhkan. Artinya, pelaku sudah tidak layak secara etik menjadi polisi penegak hukum," jelasnya.
Lantas sanksi pemecatan tersebut apakah ideal juga berlaku untuk polisi terduga pemakai? Kata Bambang, tentu saja.
"Aturan soal narkoba sangat jelas, dan sebagai penegak hukum harus sudah paham itu semua. Meski ‘pemakai’, tetap harus diberi sanksi etik dan disiplin profesi berat, yakni pencopotan," pungkasnya.
Perkara Kombes Yulius Bambang di halaman selanjutnya: