bakabar.com, JAKARTA – Greenpeace Indonesia menyebut, satu-satunya cara untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan dengan cara restorasi atau mengembalikan lahan gambut ke fungsi asalnya.
“Jadi basis pendekatan atau basis untuk menangani masalah karhutla itu harusnya adalah berbasis KHG atau kesatuan hidrologis gambut,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik kepada bakabar.com, Senin (2/10).
Menurutnya, segala aktivitas yang berpotensi deforestasi harus dihentikan karena krisis iklim sudah di depan mata. Oleh karena itu, pihaknya sudah tidak dapat lagi toleransi dengan segala model deforestasi.
Baca Juga: Pj Gubernur Kaltim Didesak Segera Urus Karhutla hingga Suksesi IKN
Ia mengkritik, regulasi di Indonesia yang masih memungkinkan deforestasi dilakukan. Selain membahayakan lingkungan, lanjut dia, negara-negara lain sudah meminta Indonesia berhenti deforestasi.
Senada dengan Greenpeace Indonesia, Juru Kampanye Pantau Gambut Abil Salsabila menilai, penanganan karhutla bergantung dari komitmen pemerintah memaksa perusahaan yang memiliki izin aktivitas di lahan gambut untuk melakukan restorasi.
“Pemerintah perlu memastikan pelaku usaha bertanggung jawab dalam hal restorasi. Kemudian yang terpenting adalah harus ada keterlibatan masyarakat untuk mengawasi proses restorasi ekosistem gambut,” kata Abil Salsabila saat dihubungi bakabar.com, Minggu (1/10).
Baca Juga: Pemkab Barito Kuala Tetapkan Status Tanggap Darurat Karhutla
Selain restorasi, Abil juga mengkritik penetapan penetapan status tanggap darurat secara nasional. Menurut Abil, karhutla yang terjadi tidak hanya terjadi di satu pulau, tapi di seluruh Indonesia yang memiliki lahan gambut.
“Selama ini tanggap darurat yang terjadi masih sangat kasuistik dan masih per wilayah. Padahal penetapan status darurat itu berhubungan erat dengan penanganan anggaran didistribusikan, bagaimana penanganan anggaran itu dialokasikan untuk mengatasi karhutla,” jelas abil.
Terkait dengan penegakan hukum, Abil juga meminta agar pemerintah tidak tutup mata jika karhutla tidak hanya terjadi pada tahun ini saja.
“Hal yang harus digaris bawahi adalah penegakan hukum dan eksekusi putusan-putusan bagi perusahaan yang seharusnya membayar denda,” ujarnya.