bakabar.com, JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai adanya dugaan kesepakatan yang dilakukan Ombudsman dengan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait peraturan pemilihan Pj Gubernur.
Sebagaimana diketahui, dalam putusan Mahkamah Konstitusi bahwa undang-undang soal kepala daerah seharusnya diatur oleh pemerintah pusat.
“Seharusnya pemerintah yang buat peraturan pelaksana bukan Kemendagri. Hal itu tertuang dalam putusan MK tentang UU kepala daerah,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana saat ditemui kantor LBH Jakarta, Minggu (21/5).
Baca Juga: Salah Kaprah Penunjukan Pj Gubernur, Koalisi Sipil Gugat Jokowi dan Mendagri!
Seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 23/2014 mengatur tentang pemerintah daerah harus dibuat dalam peraturan pemerintah. Namun, pada April tahun 2023 Kemendagri mengeluarkan peraturan tentang pengangkatan penjabat daerah.
“Kami melihat muatan Kemendagri 4/2023 itu sama sekali tidak transparan dan konstitusi. Pengangkatan penjabat daerah diusulkan oleh dua, satu oleh Kemendagri dan kedua oleh DPRD,” lanjutnya.
Begitu pun pada level gubernur untuk wali kota dan bupati yang diusulkan oleh gubernur. Karenanya, Kurnia melihat tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pemilihan penjabat kepala daerah.
Baca Juga: 25 Tahun Reformasi, Cak Imin Soroti Persoalan Kemiskinan dan Kualitas Demokrasi
Ia menegaskan dengan model Permendagri seperti itu, menurutnya tidak mungkin Ombudsman menyetujui. Maka dengan tidak disetujui akan menimbulkan pertanyaan.
“Kok beraninya Kemendagri mengatakan sudah sepakat. Diklaim sepihak atau memang sudah disuarakan,” tegasnya.
Padahal, Ombudsman sebelumnya mengatakan di laporan hasil akhir pemeriksaannya (LHAP) bahwa aturan tersebut harus melalui peraturan pemerintah.
“Ada kesepakatan diam-diam yang dilakukan Ombusman dan Kemendagri. Di LHAP Ombudsman mengatakan aturan ini harus dIatur melalui peraturan pemerintah, kan gak mungkin Ombusman menyetujui aturan penjabat yang diatur Kemendagri,” pungkasnya.