bakabar.com, JAKARTA - Ketua Asosiasi Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar Rofi Yasifun menjelaskan alasan mengapa harga telur naik, akhir-akhir ini. Menurutnya, hal itu terjadi akibat banyaknya hajatan pasca-Lebaran.
“Harga telur naik ini karena demand naik, orang hajatan ramai, hidup kembali normal setelah libur Panjang," ungkapnya dalam keterangan resmi, Selasa (16/5).
Pasca Idulfitri, menurut Rofi, kenaikan harga telur selalu terjadi pada H+21 hingga H+27 lebaran. "Tahun ini juga sama ada kenaikan. Dan puncak harga saat ini sudah berlalu dan akan turun landai mulai Sabtu kemarin. Hari ini on farm (di tingkat peternak) telur di harga Rp26.000 per Kg,” kata Rofi.
Rofi berpendapat, harga telur Rp26.000 per Kg di tingkat konsumen merupakan harga yang wajar. Hal ini tidak lepas dari biaya produksi yang saat ini juga lebih tinggi dari sebelumnya.
Baca Juga: Harga Telur Naik, Pemerintah Lakukan Sejumlah Langkah Antisipasi
“Sekarang biaya produksi juga sudah berbeda menjadi tinggi, sehingga harga telur di konsumen sekitar Rp 29.000 sampai dengan Rp 30.000 per Kg adalah wajar,” ujar Rofi.
Selain itu, Rofi mengungkapkan, pemerintah telah melakukan upaya yang tepat dalam menjaga keseimbangan harga telur. Seperti program bantuan telur dan daging ayam yang tengah berjalan, menurutnya, program tersebut secara efektif bisa menjaga harga telur tetap stabil.
“Program bantuan telur dan daging ayam sangat bagus untuk mengurangi angka stunting, dan melibatkan peternak rakyat mandiri sebagai penyedia dengan kategori telur premium," paparnya.
Baca Juga: Suara Hati Pedagang, Harga Telur Ayam Melejit: Emak-Emak Menjerit!
Hal itu bisa membantu meningkatkan demand telur dan daging ayam, sehingga harga akan ada margin dan peternak bisa berproduksi dengan baik.
"Karena harga sering di bawah HPP di kandang/on farm selama ini, apalagi saat pandemi, kami banyak yang gulung tikar,” pungkasnya.