bakabar.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, produksi ayam ras pada Juni 2023 mencapai 287.336 ton. Pada bulan Juli ini, produksi diprediksi mencapai angka 195.000 ton.
Adapun kebutuhan daging ayam ras secara nasional mencapai 287.336 ton. Sedangankan kebutuhan di bulan Juli diperkirakan mencapai 295.000 ton.
"Artinya produksi daging ayam ras tahun ini stabil, neraca kumulatif setahun sebesar 10,7%, dan bulan Juni terdapat potensi surplus kumultais 66,08%," ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar oleh Kemendagri secara daring, Selasa (4/7).
"Dan InsyAllah prediksi kita di tahun akhir tahun 2023 juga tetap surplus secara komulatif sebanyak 375.000 ton, dan ini juga setara dengan di atas 10% dari kebutuhan nasional," sambungnya.
Baca Juga: Serahkan Bantuan Alsintan ke Petani, Kementan: untuk Hadapi El Nino
Terkait kenaikan harga daging ayam ras, Nasrullah menyebut hal itu dikarenakan kenaiikan biaya produksi. Untuk ayam DOC atau ayam berumur satu hari dibutuhkan biaya rata-rata Rp6.784 per ekor.
"Start nya dari doc ayam, untuk pakan, listrik, bahan baku dan transportasi itu berkisar diantara Rp6.784," katanya.
Berdasarkan aturan Badan Pangan Nasional No.5 Tahun 2022, batas bawah penjualan ayam DOC sebesar Rp5.500 per ekor, sedangkan batas atas Rp6.500 per ekor.
Berdasarkan aturan tersebut, dipastikan peternak merugi karena biaya produksi akan melebihi harga batas atas yang telah ditetapkan. Untuk mengatasi itu, Bapanas diminta segera merevisi aturan tersebut.
Baca Juga: Kementan Modifikasi Iklim Mikro Melalui Smart Green House
"Gabungan pengusaha telah mengusulkan kepada pemerintah untuk merevisi peraturan terkait dengan batas atas dan batas bawah harga DOC. Kita segera melakukan ini agar tidak terjadi fluktuasi yang tercermin dari tingginya harga, karena memang batas bawah dan batas atas sudah tidak update lagi sesuai dengan kondisi terakhir," ujar Nasrullah.
Sedangkan untuk produksi ayam dewasa atau livebird, selama periode pemeliharaan dibutuhkan biaya rata-rata Rp22.000 per ekor. Sedangkan berdasarkan aturas Bapanas, harga batas bawah liverbird Rp21.000 per ekor, dan batas atas Rp23.000 per ekor.
"Artinya biaya produksinya sudah hampir mendekati angka batas, kalau batas bawah udah rugi artinya ini perlu dilakukan revisi, karena memang terjadi kenaikan harga bahan baku dan transportasi dari beban-beban biaya produksi yang muncul," ujarnya.
Untuk menghasilkan ayam karkas juga terjadi kenaikan. Angka produksi karkas tersebut terdiri dari harga livebird segarga Rp22.000, ongkos transportasi, dan biaya pemotongan. Jika ditotal biaya dari ayam Doc sampai karkas membutuhkan biaya produksi sebesar Rp38.000 per ekor.
Baca Juga: Penggunaan Biofuel di Industri Sawit, Kementan: Mampu Tekan Emisi
Nasrullah juga merespons terkait harga ayam yang mencapai Rp50.000 per ekor di pasaran. Ia memastikan, ayam tersebut dijual boneless atau daging ayam tanpa tulang.
"Sehingga wajar jika ayam boneless dijual Rp50.000 ribu per ekor," tutupnya.