bakabar.com, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Sukamdani mengungkapkan bahwa rencana kenaikan UMP pada 2023, akan membebani pekerja pemula.
Menurutnya, kenaikan UMP tersebut akan mempersempit kesempatan pemula untuk mendapat pekerjaan.
“Padahal UMP ini adalah upah untuk pekerja yang bekerja dibawah satu tahun,” ujarnya dalam Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2023 Indef di Hotel Aryaduta, Jakarta melalui Zoom, Senin (5/12).
Baca Juga: KADIN: Kenaikkan UMP semakin Bebani Sektor Padat Karya
Akibat dari kenaikan UMP tersebut, akan membuat pengusaha lebih memilih untuk mempekerjakan seorang yang lebih berpengalaman dan memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
“Misal jika kenaikan UMP Jakarta Rp4,9 juta, apakah pengusaha akan mengambil orang yang tidak berpengalaman atau memilih orang yang lebih berpengalaman dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi,” jelasnya.
Selain itu, kenaikan UMP akan memperbesar kesenjangan yang terjadi antar daerah. Terdapat daerah yang menetapkan kenaikan UMP cukup tinggi.
Baca Juga: Soal Penetapan UMP 2023, KADIN: Adanya Aturan yang Tumpang Tindih
Kenaikan seperti di daerah Bogor yang menetapkan kenaikan 10 persen dengan Jakarta yang sebesar 5,6 persen.
“Jadi daerah yang sudah terlalu tinggi upah minimumnya harus bisa dikendalikan, supaya jangan lebih jauh lagi dengan derah yang bawah,” kata Haryadi.
Pemerintah seharusnya tetap berpedoman pada peraturan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021.
Alasannya adalah karena peraturan tersebut sudah mencakup komponen yang dibutuhkan untuk menetapkan kenaikan UMP.
“Dalam aturan tersebut sudah menetapkan semua indikator yang ada, sehingga tidak hanya memeprhatikan inflasi dan pertumbuhan negara, tapi juga harus mempertimbangkan faktor dari konsumsi rumah tangga, kesenjangan ekonomi antar daerah,” tutup Haryadi.
Baca Juga: Demo Kenaikan UMP 5,6 Persen, FSMPI: Tidak Sebanding dengan Biaya Hidup di Jakarta
Sebelumnya, Apindo menyampaikan gugatan ke Mahkamah Agung terkait pembatalan Permenaker Nomo 18 Tahun 2022.
Gugatan tersebut mendapat dukungan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bersama sembilan asosiasi pengusaha lainnya.