Literasi Digital

Giliran Ratusan Siswa SMA Gunung Talang Dibekali Etika Berinternet: Waspada Konten Provokatif

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berkolaborasi dengan SMAN 1 Gunung Talang melaksanakan webinar literasi digital Sektor Pendidikan.

Featured-Image
Sejumlah narasumber berkompeten dihadirkan dalam webinar literasi digital di SMAN 1 Gunung Talang yang digelar secara virtual.

bakabar.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berkolaborasi dengan SMAN 1 Gunung Talang menggelar webinar literasi digital sektor pendidikan.

Seminar web mengusung tema “Etika Pelajar di Dunia Digital” digelar pada Rabu (12/4) sejak pukul 14.00 hingga 16.00 WIB di SMAN 1 Gunung Talang, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat.

Webinar kali ini mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya guna mengidentifikasi hoaks. Termasuk mencegah paparan berbagai dampak negatif penggunaan internet.

Mengacu data, pengguna internet di Indonesia pada awal 2022 mencapai 204,7 juta orang atau meningkat 2,1 juta dari tahun sebelumnya. Namun, penggunaan internet tersebut membawa berbagai risiko. Karena itu peningkatan penggunaan teknologi internet perlu diimbangi dengan kemampuan literasi digital yang baik. Agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital dengan bijak dan tepat.

Survei Indeks Literasi Digital Nasional dari Kemenkominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi dan Katadata Insight Center pada 2021 lalu menunjukkan skor atau tingkat literasi digital masyarakat Indonesia berada pada angka 3,49 dari 5,00.

Baca Juga: Literasi Digital di SD & SMP Se-Kampar: Yuk Cintai Produk dalam Negeri

Kemudian pada 2022 silam, hasil survei Indeks Literasi Digital Nasional mengalami kenaikan dari 3,49 poin menjadi 3,54 poin dari skala 5,00. Hasil itu dianggap menunjukkan bahwa literasi digital masyarakat Indonesia saat ini berada di kategori sedang dibandingkan dengan tahun lalu.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menilai indeks literasi digital Indonesia belum mencapai kategori baik.

“Angka ini perlu terus kita tingkatkan dan menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan literasi digital,” katanya melalui virtual.

Dalam konteks inilah webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menjadi agenda yang amat strategis dan krusial, dalam membekali seluruh masyarakat Indonesia beraktifitas di ranah digital.

Pada webinar yang menyasar target segmen pelajar SMA tadi, sukses dihadiri oleh sekitar 100 peserta daring, dan juga dihadiri beberapa narasumber yang berkompeten dalam bidangnya.

Selain Semuel Abrijani Pangerapan, webinar turut dihadiri narasumber Erfan Hasmin (Kepala Unit ICT Universitas DIPA Makassar), kemudian narasumber Martin  (Kepala SMAN 1 Gunung Talang), bersama M. Fadhil Achyari (Influencer/Public Speaker and Personal Branding Enthusiast) selaku Key Opinion Leader (KOL), serta Siti Kusherkatun(Asih) sebagai juru bahasa isyarat dan dipandu oleh moderator Diny Brilianti.

Baca Juga: Literasi Digital Ajarkan SMPN 5 Padang Panjang Membuat Video Pembelajaran yang Menyenangkan

Para narasumber tersebut memperbincangkan tentang empat pilar literasi digital, yakni Digital Culture, Digital Ethic, Digital Safety dan Digital Skill.

Pada sesi pertama, narasumber Erfan Hasmin menyampaikan mengenai budaya digital, menghargai orang lain di ruang digital, menghindari penyebaran informasi palsu, dan dampak informasi palsu.

Ruang lingkup budaya bermedia digital yaitu menjadikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital, mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital.

Cara menghargai orang lain di ruang digital yang pertama menerima perbedaan opini karena media sosial memungkinkan penggunanya untuk menerima berbagai tanggapan positif maupun negatif, kedua tidak mengatakan hal buruk. Yaitu mengatakan hal-hal positif yang dapat memotivasi maka orang lain akan turut menghargai.

Baca Juga: BRI Bukukan Lonjakkan Transaksi Digital Hingga 154,63 Persen

"Karena melihat kita sebagai pribadi yang baik, dan yang ketiga menyimak dan menjadi pendengar, sikap yang mau diam menyimak merupakan wujud dari respek pada orang lain," jelasnya. 

Termasuk dengan tidak menghakimi dalam bentuk komentar komentar yang kurang sopan. Dan yang terakhir memberikan nilai di media sosial misalnya meyakini dan menerapkan kejujuran, maka orang lain akan merasakan nilai positif yang ditebarkan.

"Sebagai pelajar harus menghentikan penyebaran informasi palsu (hoaks) karena hoaks dapat menimbulkan dampak yang luar biasa seperti menimbulkan perpecahan, menurunkan reputasi seseorang," paparnya.

Masyarakat akan tidak lagi percaya fakta yang sebenarnya. Sebab sulit membedakan mana informasi palsu dan fakta. Lalu menimbulkan opini negatif terhadap seseorang, kelompok, ataupun suatu produk, dan dapat merugikan seseorang.

Dirinya pun membagi lima hal terkait identifikasi mengenai hoaks atau bukan, pertama adalah terkait judul sebuah konten yang bombastis dan memancing rasa keingintahuan.

"Kalau ada judul yang provokatif pastikan itu sampai di kita, kita bisa melakukan report di sosial media, kedua cermati alamat situs dengan memeriksa sumber berita yang aktual." 

Selanjutnya, bisa melihat sumber berita yang dibaca. Jika menemukan sumber dari aktor ormas, pengamat, tokoh politik serta situs web yang tidak resmi, pembaca lebih menyaringnya lagi untuk memastikan apakah itu hoaks atau bukan. 

Kemudian cek keaslian foto. Bisa menggunakan google image untuk memeriksa apakah foto ini asli atau bukan.

"Dan dari internal kita, caranya membaca keseluruhan berita karena ada berita-berita yang clickbait artinya judulnya yang provokatif tapi setelah kita baca bukan itu," jelasnya.

Sudah pasti, kata dia, konten demikian bermaksud tidak lain agar masyarakat membaca berita tersebut.

Baca Juga: Jelang Ramadan, Kemenkominfo Bikin 3 Mekanisme Cegah Penyebaran Hoaks

"Dan yang paling aktif yuk kita sama-sama bergabung di grup anti-hoaks, caranya kita bisa masuk di forum anti-fitnah, kita bisa follow akun @turnbackhoax di Twitter, akun @CCICPolri, akun @BSSN_RI, cara terbaik kita bisa follow konten positif,” ujar Erfan.

Giliran narasumber kedua, yakni Martin. Magister pendidikan satu ini menyampaikan mengenai etika digital. Etika digital yaitu mengatur kemampuan pengguna internet agar memerhatikan etika saat berinteraksi dengan pengguna lainnya.

"Sehingga tercipta ekosistem digital yang sehat, prinsip yang harus dimiliki di media sosial yakni kesopanan, tata krama, dan kesusilaan dengan mematuhi norma-norma."

Webinar di SMAN 1 Gunung Talang.
Webinar di SMAN 1 Gunung Talang.

Menurutnya, terdapat tantangan yang dihadapi di ruang digital. Yakni berita bohong atau hoaks, penipuan, perundungan, ujuran kebencian, dan pornografi.

Martin juga membagikan tips belajar online agar tetap efektif dan menyenangkan. Yaitu mengatur jadwal sesuai jam yang sudah ditentukan, membuat rencana belajar, membuat arena belajar senyaman mungkin, menghindari kegiatan yang menyebabkan multitasking, dan makan tidur yang cukup.

“Ada 3 etika pelajar di dunia digital, yang pertama itu etika interaksi bagaimana upaya membentengi diri dari tindakan negatif," jelasnya.

Yang kedua ada etika berekspresi. Yaitu ketika pelajar atau siswa harus berpikir sebelum mengakses, memproduksi, menerima informasi sesuai etiket di ruang digital.

Jadi siswa harus menyaring informasi dan menyebarkan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan etika di ruang digital.

"Yang namanya etika komunikasi memberikan komentar yang baik, dunia digital itu karena terlampau luas, bebas berkomentar, maka berikanlah komentar yang baik,” jelas Martin.

Selanjutnya, giliran M. Fadhil Achyari selaku Key Opinion Leader. Ia melihat butuh kebijaksanaan dalam menggunakan media digital, media sosial dengan baik, benar, dan bertanggung jawab, menghindari perilaku yang merugikan orang lain.

Baca Juga: Literasi Digital di SMP Deli Serdang, Teknologi Dukung Proses Belajar

Menurutnya, penting bagi pelajar untuk memahami dan menerapkan prinsip etika di ruang digital demi membangun budaya digital yang positif dan beretika.

“Apapun yang kita postingkan, apapun yang kita komunikasikan itu baik bagi diri kita dan juga baik untuk orang lain. Jadi yang harus kita lihat kembali adalah konten ataupun isi dari yang kita postingkan," jelasnya.

Apakah selama ini yang di-posting adalah hal-hal baik. Dan apakah memang hal-hal yang bermanfaat.

"Yang kedua adalah apakah itu hal benar, benar itu seperti apa, tidak ada satu tindakan yang teman-teman lakukan di dunia digital itu melanggar aturan, baik itu peraturan perundang-undangan, ataupun hal-hal yang berkaitan dengan moral, budaya, dan adat setempat,” kata Fadhil lagi. 

Para peserta terlihat begitu antusias dengan seluruh materi yang disampaikan dalam webinar. Itu terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narsum.

Kemudian moderator memilih tiga penanya untuk bertanya secara langsung dan berhak mendapatkan e-money.

Pertanyaan pertama dari Adelia. Pelajar satu ini mengajukan pertanyaan bagaimana kita membangun budaya literasi yang baik untuk Indonesia terutama untuk anak-anak muda Indonesia.

"Di sosmed banyak anak-anak muda yang lebih suka budaya orang luar dari bahasa cara pakaian dan bergaul, menurut bapak adakah cara khusus untuk mengenalkan budaya Indonesia yang mungkin sudah agak terlupakan?" tanyanya.

Baca Juga: Siswa SMA Kabupaten Aceh Besar Dibekali 'Sukses Belajar Online Dengan Literasi Digital'

"Apakah mungkin budaya Indonesia dan budaya digital dapat berkembang dengan bersama-sama demi menciptakan Indonesia yang berbudaya Pancasila tetapi budaya digital tetap maju dan menerapkan pengguna media sosial yang positif?" sambungnya. 

Menanggapinya, Erfan Hasmin menanggapi bahwa kerja digital itu komprehensif. Mengatasinya caranya adalah tidak menerapkan standar ganda sehingga sopan santun akan dibawa ke dunia nyata. 

"Kita mulai mendokumentasikan konten konten budaya kita, karena sosial media itu untuk membangun kaum muda, karena media sosial bukan komprehensif ataupun kerja sederhana." 

Pertanyaan kedua datang dari Zulfa Sahida. "Apakah di era digital seperti ini kita dituntut untuk menjadi netizen yang cerdas demi kebaikan kita dalam bermedia digital," tantanya. 

Banyaknya kejahatan yang terjadi serta informasi hoaks yang tersebar, kata dia, menuntut masyarakat untuk cakap digital dalam menyerap informasi yang masuk.

Dia pun turut sepakat kunci dari penangkalan berita hoaks adalah saring sebelum sharing menjadi kewajiban sebelum menyebarkan suatu informasi.

Baca Juga: Literasi Digital di SMPN 3 Kotabumi Lampung, Narasumber: Cyberbullying Harus Dihentikan

"Apa saja yang perlu kita saring ketika kita mendapatkan suatu informasi dan ingin menyebarkan suatu informasi tersebut kepada masyarakat luas?" tanyanya. 

Martin pun menanggapi bahwa masalah-masalah hoaks bisa ditangkal jika pembaca jeli mengecek sumber muasal informasi. "Dunia digital sulit karena sangat bebas dan tak terbatas karena di dunia digital ini semakin berkembang dan banyaknya cybercrime (kejahatan siber)," jelasnya.

Pertanyaan ketiga datang dari Dinda Kirana. Dia mengajukan pertanyaan bagaimana cara menerapkan hidup yang lebih produktivitas lagi di era digital yang semakin merebak.

Termasuk soal apa yang seharusnya dilakukan para pelajar agar dapat me-management waktunya dengan baik? dan bagaimana pola memilah informasi yang baik dan juga benar. 

Narasumber Erfan Hasmin menanggapi bahwa dunia digital bisa membuat masyarakat lebih produktif untuk alternatif mencari inspirasi seperti opini, dan dapat berkontribusi untuk membuat konten pembelajaran sekolah, dan kehidupan sehari-hari.

"Kita bisa memanfaatkan dunia digital untuk membuat hal hal positif lainnya, memilah informasi yang baik juga, tidak semua hal yang benar itu baik, me-manage (mengatur) waktu juga harus kita atur karena ini adalah hal yang diperlukan."

Baca Juga: Pengamat: Literasi Digital dan Keuangan Jadi Faktor Penting Transformasi Digital

Dunia digital cukup positif karena bisa mengembangkan produktifikas, ketika di dunia digital dituntut untuk harus menulis dengan dan yang bagus-bagus seperti cerpen, novel.

Martin juga menanggapi bahwa yang harus dilakukan para pelajar adalah bijak. Apalagi di dunia digital, pelajar harus bisa membagi waktu, memilah informasi dengan baik dan benar.

"Kita harus tau asal beritanya, karena yang benar belum tentu baik, sebagai pelajar, harus bijak memilah informasi agar tidak terjebak hoaks."

Sesi tanya jawab selesai. Setelah itu moderator mengumumkan tujuh pemenang lainnya yang bertanya di kolom chat dan berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp100 ribu. 

Ratusan pelajar SMAN 1 Gunung Talang mengikuti webiner mengenai etika berdigital garapan Kemenkominfo.
Ratusan pelajar SMAN 1 Gunung Talang mengikuti webiner mengenai etika berdigital garapan Kemenkominfo.

Kegiatan Literasi Digital Sektor Pendidikan di Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu rangkaian program 'Indonesia Makin Cakap Digital'. Webinar diinisiasi oleh Kemenkominfo guna memberikan literasi digital kepada 50 juta orang masyarakat Indonesia hingga tahun 2024.

Adapun Informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan info literasi digital dapat diakses melalui website: literasidigital.id (https://literasidigital.id/) dan akun media sosial Instagram: @literasidigitalkominfo (https://www.instagram.com/literasidigitalkominfo/), Facebook Page: Literasi Digital Kominfo/@literasidigitalkominfo (https://www.facebook.com/literasidigitalkominfo),
Youtube: @literasidigitalkominfo (https://www.youtube.com/@literasidigitalkominfo).

Editor
Komentar
Banner
Banner