Ekspor Listrik Ke Singapura

Ekspor Listrik ke Singapura Batal, Begini Pandangan Pengamat

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bercerita soal Singapura meminta ke Indonesia untuk ekspor listrik EBT.

Featured-Image
Delegasi studi ekskursi Energy Transition Working Group (ETWG) G20 melihat panel surya di desa berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) di Desa Keliki, Ubud, Gianyar, Bali. (Foto: Antara)

bakabar.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pernah bercerita soal Singapura meminta Indonesia untuk mengekspor listrik dari sumber energi baru terbarukan (EBT).

Belakangan, Luhut menegaskan pemerintah menolak melakukan ekspor listrik berbasis EBT ke Singapura lantaran proyeknya dianggap tidak kompetitif dan justru merugikan ekonomi dan industri Indonesia.

Menanggapi hal itu, Pengamat Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo menilai kerja sama itu menjadi ideal jika peluang yang tercipta bisa dinikmati dan dimanfaatkan untuk mendorong hadirnya transisi energi di Indonesia.

"Faktor enabling dari transisi energi, tentunya juga kesiapan industri supply energi terbarukan untuk bisa menyiapkan teknologi dan produk energi terbarukan yang dibangun di Indonesia," ujar Deon kepada bakabar.com, Rabu (17/5).

Baca Juga: Ekspor Listrik ke Singapura, IESR: Menarik Investasi di Panel Surya

Yang terjadi selama ini, menurut Deon, kesiapan industri dalam negeri justru menjadi hambatan utama. Ia mencontohkan modul surya produksi Indonesia yang ternyata harganya masih jauh lebih mahal atau tidak kompetitif ketimbang modul impor asal China.

"Idealnya industri energi terbarukan bisa menyuplai pengembangan energi terbarukan sehingga ada multiplier dari ekonomi dan lapangan pekerjaan," ujar Deon.

Sementara terkait dengan strategi agar industri EBT di dalam negeri bisa berkembang dan bersaing dengan negara lain, hal itu tergantung dari penguasaan teknologi. Untuk itu, Deon berharap pemerintah mampu melakukannya dengan cepat, termasuk menarik banyak investasi di sektor industri manufaktur EBT.

Khusus untuk jangka pendek, Deon mengusulkan agar proyek EBT yang serius bisa segera dimulai dengan melibatkan setidaknya dua perusahaan yang kompeten dibidang itu.

"Kalo dalam waktu dekat, saya rasa kalo minimal proyek energi terbarukannya dibangun di Indonesia, minimal ada perusahaan Indonesia yang dapat menyerap sebagian manfaat ekonomi dan lapangan pekerjaan terkait proyek ini," jelasnya.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi, IESR: Regulasi Setara Antara EBT dan Energi Fosil

Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menolak melakukan ekspor listrik berbasis energi baru terbarukan atau EBT ke Singapura. Persoalannya, poin positif EBT justru lari ke Singapura yang memanfaatkannya untuk membangun industri dengan ongkos kompetitif. 

Menurut Luhut, permintaan Singapura itu justru akan merugikan pertumbuhan ekonomi dan industri Indonesia lantaran nilai tambah yang mengalir ke luar negeri lebih besar ketimbang di dalam negeri.  

“Singapura minta supaya kita ekspor listrik, kita tidak mau, saya bilang tidak mau,” kata Luhut saat acara Hilirisasi dan Transisi Energi Menuju Indonesia Emas, di The Westin, Jakarta, Selasa (9/5).  

Di sisi lain, Luhut meminta agar Singapura dapat membangun pabrik yang lebih masif di Indonesia sebagai alternatif pembatalan rencana ekspor tersebut. Menurut dia, keputusan itu bakal menjadi kebijakan yang memenangkan kedua kepentingan negara.

“Mau kalau proyek di kita. Ini kan brengsek Singapura dipikir kita bodoh, tender perusahaan-perusahaan kita emang gua pikirin,” ungkap Luhut. 

Editor
Komentar
Banner
Banner