Energi Baru Terbarukan

IESR Khawatir Indonesia Semakin Tersandera Usai Revisi Target EBT

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyesali langkah pemerintah mengenai revisi target buaran energi baru terbarukan (EBT) pada 2025 mendatang. Semu

Featured-Image
Pabrik Danone-Aqua membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap berkapasitas 2.919 kWp (kilowatt peak), sebagai kapasitas terbesar di Jawa Tengah yang diprakarsai oleh industri. PLTS Atap tersebut dapat menghasilkan listrik sebesar 4 GWh (Gigawatt hour) per tahun sekaligus mengurangi 3.340 ton emisi karbon per tahun. Foto: ebtke.esdm.go.id

bakabar.com, JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR) menyesali langkah pemerintah mengenai revisi target buaran energi baru terbarukan (EBT) pada 2025 mendatang. Semula yang memiliki target 23 persen menjadi kisaran 17-19 persen.

"Justru diturukan target itu kita akan tersandera terus. Jadi itu yang membuat saya tidak setuju juga," katanya kepada bakabar.com, Kamis (25/1).

Dia pun tidak setuju jika revisi PP itu disepakti. Menurutnya itu menunjukan pemerintah tidak serius dalam mendorong atau berkomitmen pada upaya transisi energi di Indonesia.

Baca Juga: Target Bauran EBT 2025 Direvisi Jadi 17-19 Persen

Baca Juga: Bauran EBT Jauh dari Target, Perlu Gaspol Transisi Energi

Dasar usulan PP tersebut keluar karena pencapaian EBT selama ini tidak seusai dengan target. Karena alasan itu, pemerintah berencana menurunkan target bauran EBT.

Sementara itu, jika target bauran EBT diturunkan justru bauran energi fosil masih akan mendominasi. Karena itu, pemerintah justru membuang kesempatan atau momentum untuk mengakselerasi EBT menuju target nett zero emision (NZE) 2060.

"Ya malah kalau dengan jadi begini, ini kan jadi preseden buruk ya. Kalau target yang sekarang 2045, 2030 tidak tercapai itu kita ganti saja dan ini berarti punya implikasi target net zero emission 2060 atau lebih awal itu juga bakal gak tercapai," terangnya.

Baca Juga: Jauh dari Target! Bauran EBT RI Baru Capai 13,1 Persen di 2023

Dia mengaku, untuk mencapai NZE 2060 bukanlah hal yang mudah. Sebab, akumulasi dari rendahnya pencapaian EBT. Meski tidak mudah, bukan berarti pemerintah seenaknya menurunkan target NZE. Justru dengan adanya target pencapaian itu bisa menjadi motivasi.

"Nanti targetnya diganti. Tiba-tiba diganti kalau gitu kapan targetnya mau tercapai. Ya sudah kita ke 2100 saja nett zeronya," paparnya.

Padahal negara di seluruh dunia kini tengah bicara aksi mengatasi perubahan iklim yang ambisius. Karena sampai hari ini 75 persen energi dunia itu dari energi fosil.

Baca Juga: Kementerian ESDM Optimis EBT Capai 23 Persen di 2025

Baca Juga: Genjot Bauran EBT, CELIOS: Jangan Berhenti di Peresmian PLTS Cirata!

Karena itu, seharusnya kini yang ditunjukan oleh Indonesia apabila target itu tidak tecapai bukan berarti diturunkan. Namun harus ada ambisi dan upaya-upaya yang out of the box untuk mengejar target tersebut.

Dengan munculnya revisi PP tersebut dia khawatir mentalitas Indonesia hanya sebatas berada di zona aman. Sesuai dengan kemampuan yang ada.

"Jadi saya sangat khawatir kalau mentalitasnya adalah sesuai kemampuan kita kita tak akan pernah mecapai target itu," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner