bakabar.com, BANJARMASIN - Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menggelar Seminar Diseminasi dan Bedah Buku berjudul “Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global”.
Acara ini menghadirkan berbagai narasumber dari akademisi, praktisi, hingga lembaga pengelola dana perkebunan sawit.
Wakil Rektor ULM Arief Rahmad Maulana Akbar menegaskan bahwa sawit adalah pohon paling efisien dalam menghasilkan minyak sekaligus menjadi sumber pendapatan masyarakat.
Ia menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mengelola industri sawit agar hasilnya lebih efisien dan berkelanjutan.
"Tidak ada pohon lain yang bisa mengubah air menjadi minyak seperti sawit,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Dekan Fakultas Pertanian ULM Prof Ika Sumantri menambahkan bahwa industri sawit terbukti memberi kontribusi nyata pada ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.
“Semoga seminar ini meningkatkan pengetahuan kita tentang industri sawit dan dampaknya bagi masa depan,” katanya.
Dalam keynote speech, Helmi Muhansyah dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengungkapkan bahwa minyak sawit berkontribusi besar dalam surplus non-migas Indonesia.
Ia menyoroti keberhasilan program B40, peluncuran katalog UMKM sawit 2025, serta dukungan terhadap ekspor produk turunan sawit.
Acara inti membedah buku Mitos vs Fakta Sawit edisi keempat yang dipaparkan oleh Dr. Ir. Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI.
Menurutnya, banyak anggapan negatif terhadap sawit yang tidak sesuai fakta.
"Sawit bukan hanya untuk korporasi besar, tetapi juga menghidupi petani kecil, UMKM, nelayan, hingga pedagang. Sawit juga lebih efisien dibanding kedelai, rapeseed, dan bunga matahari dalam hal lahan, air, dan serapan karbon,” jelasnya.
Diskusi juga diwarnai dengan pertanyaan kritis mahasiswa, seperti strategi Indonesia bersaing dengan Malaysia dalam menentukan harga sawit global, hingga cara mengelola limbah POME agar lebih ramah lingkungan.
Perwakilan GAPKI dan APKASINDO turut menyampaikan pandangan agar mahasiswa ikut berperan mempertahankan sawit sebagai tulang punggung ekonomi.
Kalsel sendiri menempati urutan ke-9 nasional dengan sekitar 500 ribu hektare perkebunan sawit.
Acara ditutup dengan pesan agar semua pihak bersama-sama mengendalikan isu negatif tentang sawit melalui riset, inovasi, dan kolaborasi yang berkelanjutan.