bakabar.com, SEMARANG - Akademisi Fakultas Hukum dan Komunikasi Universitas Katolik Soegihapranata, Hotmauli Sidabalok mengungkap Program Desa Mandiri Energi (DME) selama belum maksimal.
Ini disebabkan karena masih adanya campur tangan dari korporasi dari program yang dincanangkan pemerintah tersebut.
"Kalau kita orientasinya masih berprinsip bahwa produksi energi yang dibuat perorangan atau masyarakat itu harus dikaitkan dengan korporasi, itu yang menjadi problem," ujarnya kepada bakabar.com, Rabu (24/1).
Baca Juga: Guru Besar IPB Bongkar Sederet Kegagalan Food Estate
Baca Juga: Greenpeace Tuding Gibran Bohong Soal Food Estate Gunung Mas
Problem tersebut menurutnya disebabkan kerena birokrasi dan prosedur yang agak rumit. Sebab apabila produksi energi melebihi 15 gigawatt harus masuk ke dalam On-Grid.
Uli mengapresiasi Program Desa Mandiri Energi. Namun, ia memberi catatan niat baik masyarakat yang menghasilkan energi dari sumber energi baru terbarukan (EBT) perlu didukung penuh.
"Tapi karena kemudian ada ketentuan harus dengan korporasi (On-Grid) maka menjadi panjang prosedur yang ditempuh. Itu yang enggak menguntungkan bagi masyarakat," tandasnya.
Baca Juga: Cara Instan Kedaulatan Pangan Itu Bernama Food Estate
Baca Juga: Petani Muda Semakin Langka, Food Estate Alamat Gagal
Sementara itu, Staf Advokasi dan Kampanye Walhi Jateng, Adetya Pramandira menilai skema yang masyarakat harus masuk dalam On-Grid korporasi Ini bagi mereka tidak fair.
"Warga punya inisiatif sendiri mereka bisa mengelola sendiri dan bahkan mereka bisa memberikan itu secara cuma-cuma ke komunitasnya," ucapnya.