Polemik Pajak Spa

Temui Luhut, Asosiasi dan Pengusaha Bahas Penundaan Pajak Hiburan

Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) beserta pengusaha industri hiburan mendatangi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar

Featured-Image
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani (tengah) saat memberikan keterangan pers usai bertemu Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Jumat (26/1). Foto: Antara

bakabar.com, JAKARTA - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) beserta pengusaha industri hiburan mendatangi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, Jumat (26/1).

Ketua GIPI Hariyadi Sukamdani mengungkap pertemuan tersebut secara khusus membahas mengenai tarif pajak hiburan.

Kebijakan tersebut tertera dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) sebesar 40 sampai 75 persen.

“Masih terkait polemik pajak hiburan. Kami menyampaikan bahwa masih ada kendala di lapangan karena dari pihak pemerintah daerah sudah mulai mengeluarkan tagihan dengan tarif baru," katanya seperti dilansir Antara, Jumat (26/1).

Baca Juga: Pengusaha Spa Kompak Tolak Pajak Hiburan 40-75 Persen!

Baca Juga: PHRI Bali Konsisten Tolak Kategorisasi Pajak Hiburan untuk Spa

Hariyadi menerangkan kebijakan menaikkan pajak hingga 75 persen pada industri hiburan dinilai memberatkan pengusaha. Akibatnya, jumlah pengunjung semakin sepi imbas kebijakan tersebut.

Pihaknya mengekspresikan keberatannya dengan mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi agar aturan tersebut dapat dibatalkan demi keberlangsungan industri hiburan di Tanah Air.

Karena itu, Menko Luhut menyatakan akan mengeluarkan surat edaran kepada para kepala daerah untuk memberikan insentif fiskal.

Baca Juga: Pengusaha Spa Tolak Bisnisnya Dimasukkan ke Sektor Industri Hiburan

Baca Juga: EKBIS SEPEKAN: Prabowo Genjot Belanja Negara hingga Protes Pengusaha Spa

Pemda dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha dan jasa hiburan, berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi dan atau sanksinya. Ini sesuai dengan yang tertera di Pasal 101 UU HKPD.

Dengan alasan itu, GIPI meminta agar para kepala daerah untuk menggunakan instrumen tersebut sebagaimana arahan yang diberikan oleh pemerintah pusat.

"Kami memohonkan agar kepala daerah bisa mengeluarkan insentif fiskal berdasarkan kewenangannya, karena dengan tarif yang baru ini betul-betul memberatkan industri diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa yang menampung banyak sekali pekerja," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner